Salah
satu tempat wisata Yordania yang juga terkenal adalah Laut Mati atau dalam
bahasa Ibraninya, Yam-Hamelah. Ini
adalah posisi titik terendah di muka bumi – yaitu sekitar 400 m di bawah
permukaan laut. Setiap tahunnya, diperkirakan jumlah turis pengunjung Laut mati
mencapai 600,000 orang! Pariwisata memang menyumbang 10-12 persen dari Produk
Domestik Bruto Yordania.
menuju Laut Mati |
Meskipun
dinamakan Laut mati, sebenarnya ini adalah danau, karena airnya ngga berotasi –
meskipun airnya pun asin kayak air laut pada umumnya. Posisi Laut Mati
memisahkan Israel dari wilayah Yordania dan Palestina. Karena posisinya yang
juga rendah itulah, kadar garam di Laut Mati sangat tinggi – konsentratnya
sekitar 35% -- menyebabkan ngga ada binatang air mana pun yang bisa bertahan
hidup di dalamnya.
Menurut
penelitian, Laut Mati menunjukkan tingginya khasiat mineral air laut. Konon,
ada 35 jenis mineral yang terkandung di danau seluas 18 kilometer persegi
dengan panjang 67 kilometer persegi tersebut. Dan akhirnya lumpur dari Laut
Mati jadi terkenal, karena dipakai sebagai bahan produk-produk kecantikan. Antara
percaya dan engga, sesampainya di tempat wisata itu, aku pun mencoba ‘ritual
‘yang biasa dilakukan turis di Laut Mati – luluran lumpur. Mulai dari wajah,
tangan, sampai kaki (dalam sekejap aku berubah menjadi Dakocan). Sedangkan
Timmy dan Yudi lebih tertarik untuk berenang di laut – membuktikan bagaimana
kadar garam yang tinggi di danau itu dapat membuat apa pun yang ada di dalamnya
mengapung – termasuk orang yang ngga bisa berenang… Padahal siang tadi saat
kami tiba disana, matahari terik sekali.
Menurut
Timmy dan Yudi – karena aku memilih untuk berjemur saja dalam ‘selubungan’
lumpur, dan tidak berenang – air Laut mati membuat kulit terasa perih. Mereka
pun akhirnya tidak mau berendam terlalu lama disana setelah mengambil foto
dalam beberapa pose mengapung. Dan ternyata mengapung disana memang sangat
mudah…cukup berbaring saja, dan dijamin 100% mengapung. Tapi saat keluar dari
air, kulit mereka terasa seperti dilumuri minyak – licin sekali. Dan tanpa
sengaja, Yudi terciprat air danau tersebut dan mengenai matanya. Katanya pedih
sekali. Barulah sehabis itu kami melihat papan yang bertuliskan peringatan agar
jangan sampai terciprat air Laut Mati (telat sekali…)
penampakan Laut Mati dari resort |
Mengenai
hal itu, memang sebelum mencapai Laut Mati kami melewati Suwayma, wilayah Laut
Mati sisi Jordania berada, yang dikenal sebagai sentra pertanian. Wilayah
Suwayma memang terhitung subur, bagaikan warna hijau di tengah luasnya padang
pasir dan batu berwarna coklat. Selain adanya ladang-ladang tani, terdapat juga
berbagai hotel, restoran, supermarket, dan ada beberapa bangunan bar, seperti
resort, yang tengah digarap di sekitar al-Bahr al-Mayyit sisi Jordan.
(uppss…kami pun melihat salah satu proyek hotel Emaar ada di pinggir danau
itu..)
Masih
menurut tulisan yang kubaca di internet, sejak 2009 hingga kini Yordania –yang
sangat miskin sumber air– serius menggarap Jordan
National Red Sea Development Project. Itu adalah proyek air bersih
sekaligus konservasi Laut Mati. Jadi, air laut dari Teluk Aqaba disalurkan
melalui pipa untuk menjalani proses ’’degaramisasi’’ agar bisa dijadikan sumber
air minum. Nah, air laut yan tersisa alias tak tersaring dialirkan ke Laut Mati
untuk menjaga jumlah kandungan air serta, yang paling penting, kadar garamnya.
Hingga kini, infrastruktur proyek itu belum seratus persen selesai.
Efektivitasnya untuk menyelamatkan Laut Mati otomatis belum terbukti
No comments:
Post a Comment