Menurut saya ini adalah tragedi. Dalam wawancaranya dengan saya, Walhi (wahana
lingkungan hidup Indonesia) mengatakan hutan Indonesia berkurang secara
signifikan tahun ke tahun. Dan per tahun 2013 ini, laju pengurangan hutan
mencapai 5,7 juta hektar per tahun. Food and Agriculture Organizations (FAO)
memberikan perumpamaan yang mempermudah kita untuk memahaminya -- setiap harinya hutan di Indonesia berkurang
seluas 500 kali luas lapangan sepakbola!!! Dan secara naluriah kita akan bertanya,”Siapa yang bertanggung
jawab atas semua ini?”
akankah kita bisa tetap memiliki hutan ini 25 tahun ke depan???? |
Sebagian orang akan menjawab
“pemerintah..!”, sebagian lagi “para pengusaha dan yang membuka lahan...!” atau
“masyarakat lokal yang menjadi pelaku illegal logging...!”. Ada yang secara
signifikan menyatakan itu adalah tanggung jawab “menteri kehutanan”, dan yang
lainnya menjawab “bupati/ walikota setempat”.
Tapi tunggu dulu... Pernahkah kita menelusuri kemana kayu-kayu
itu pergi? Dan saat lahan hutan beralihfungsi menjadi lahan sawit/ perumahan/
kebun/ tempat wisata, pernahkah kita memahami itu semua untuk siapa? Mungkin
kita sibuk melihat kasus kebakaran hutan di Riau dan Kalimantan. Tapi bagaimana
dengan yang terjadi sangat dekat dengan
kita? Hutan di sepanjang aliran sungai di Jawa Barat menuju Jakarta, misalnya?
Bosan rasanya memberikan contoh
hutan Riau dan Kalimantan, meskipun di kedua tempat itulah deforestasi terlihat
secara signifikan – disusul oleh Maluku dan Papua. Apa yang akan dilakukan oleh
pemirsa televisi yang sibuk dengan rutinitas harian?? Mereka akan menonton
acara televisi saat makan malam, terbelalak saat melihat kisah kerusakan hutan
di suatu daerah bagian Indonesia, melihat lokasinya dan menyadari bahwa Riau
maupun papua masih jauh dari tempat tinngal mereka, berkomentar sedikit, lalu
melupakannya saat pergi tidur...
Remi Tjahari menunjukkan saya jangkauan wilayah Cekungan Bandung |
Akhirnya saya memilih Cekungan
Bandung sebagai contoh. Mendengar nama Bandung, orang cenderung mengingat kota
Bandung. Nahh...Cekungan Bandung lebih luas dari itu. Ini adalah wilayah yang
dikelilingi oleh banyak gunung -- Di utara, dari
barat ke timur, adalah Gunung Burangrang
(2.064 mdpl), Gunung Tangkuban Parahu (2.084 mdpl), Perbukitan Bukanegara,
Gunung Bukittunggul (2.209 mdpl), Gunung Palasari (1.600 mdpl) dan Gunung
Manglayang (1.818 mdpl), di bagian timur, dari utara ke selatan di antaranya
adalah Gunung Bukitjarian, Gunung Geulis (1.291 mdpl), Gunung Dusung dan Gunung
Kendan. Di selatan, dari timur ke barat dibatasi oleh Gunung Mandalawangi,
Gunung Rakutak, Gunung Malabar (2.321), Gunung Patuha (2.434 mdpl) dan Gunung
Kendeng (Kendang). Sedangkan di bagian barat adalah perbukitan sisa-sisa gunung
api tua kala Pliosen seperti Gunung Selacau (di Soreang), serta Gunung Lagadar
dan Gunung Bohong (di Cimahi).
Okeyyyy...disebutkan pun ngga membuat kita menghapalnya satu per satu. Tapi
dimana ada gunung, disitu ada hutan. Jadi, kebayang kan...kondisi wilayah
Cekungan Bandung jaman dulu?
gunung-gunung di Cekungan Bandung dulu selalu diselimuti hutan |
Banyak orang yang telah tinggal di Bandung sejak lahir mengaku kota itu
bertambah panas. Saya sendiri pernah tinggal di Bandung pada tahun 2003, dan
merasakan panasnya Bandung 10 tahun kemudian. Dan apakah sekedar kebetulan kota
itu bertambah panas bersamaan dengan bertambahnya jumlah pendatang ke kota
tersebut dari Jakarta dan mancanegara?? Mungkinkah rantainya seperti ini:
Pendatang dan turis bertambah –> rumah makan, tempat wisata bertambah –>
kebun bertambah untuk penuhi kebutuhan konsumsi –> permintaan meningkat –>
prospek properti bagus à daerah Bandung utara tumbuh à kebun sayur, buah, teh, dan pabrik pengolahan snack
dan toko bahan bangunan bertambah lagi....
Sudahkah kita mengetahui darimana
asalnya? Mungkinkah kayu-kayu yang hilang di Kalimantan dan Riau ada di
hotel-hotel kita? Rumah-rumah kita? Mungkinkah lokasi rumah kita atau tempat
pariwisata dan belanja favorit kita dulu adalah kawasan hutan, rawa, daerah
pasokan air??? Sekarang sadarkah kita siapa yang membuat hutan Indonesia
berkurang drastis setiap tahunnya? Yappp....KEPENTINGAN MANUSIA... secara
langsung maupun tidak, kita turut memberi sumbangsih dalam hal tersebut...
mungkinkah saat pohon ini hilang dari tempatnya, ia menjadi salah satu pajangan di rumah Anda??? |
Tentunya harus ada kebijakan yang cukup kuat untuk menggerakkan semua warga berpikiran sama, yaitu menjaga kelestarian lingkungan dan memelihara hutan. Dari semua narasumber yang saya wawancarai untuk topik ini, Ridwan Kamil sebagai walikota Bandung yang baru terpilih, adalah salah satunya. Dia memberikan sejumlah janji yang menurut saya sangat menarik untuk dicermati. Akan diwujudkan atau tidak, tugas kita untuk menagih itu padanya;)
Simak wawancara saya dengan Ridwan Kamil....
LORI:
Pak sebenarnya untuk rencana 5
tahun ke depan bandung ini mau dibangun seperti apa?
RIDWAN KAMIL:
Yah saya kira saya ingin menyeimbangkan
permasalahan kota Bandung menjadi kota yang berkelanjutan. Kota yang
berkelanjutan itu seimbang: segitiga ekonomi, bersama segitiga sosial, kemudian
lingkungan.
Selama ini isu sosial dan
lingkungan selalu keteteran. saya ingin menyeimbangkan itu. Misalnya dari sisi
lingkungan, saya akan banyak membeli lahan untuk mengejar 30 persen RTH. kemudian
memperbanyak ruang-ruang sosial juga di kota Bandung, sambil ekonominya maju
sebagai ekonomi pariwisata dan kota ekonomi kreatif. jadi kira-kira seperti itu
LORI:
Untuk yang RTH, atau ruang
terbuka hijau di kota Bandung saat ini, memangnya belum sampai 30 persen?
RIDWAN KAMIL:
Masih di kisaran 10 persen. Jadi
PR besarnya saya diwarisi kota yang RTH nya sedikit, karena proporsinya lebih
banyak di kapling-kapling bangunan. Jadi gerakan membeli lahan untuk dijadikan
RTH, baik taman kota maupun taman di kampung-kampung padat itu akan jadi sebuah
prioritas bagi saya sendiri di 5 tahun ke depan.
Nah orang biasanya datang ke kota
ini ke kota Bandung biasanya belanja fashion dan kuliner gitu. Jadi orang
Malaysia itu belanjanya luar biasa. Kulinernya juga menjadi tujuan wisatanya.
Tapi RTH ini lebih banyak untuk kepentingan warga Bandung sendiri. Warga Bandung
mengalami kesulitan untuk mengakses ruang-ruang terbuka hijau yang jumlahnya
sedikit. Sehingga sering terjadi ada masalah warga Bandung merasa tidak nyaman
karena wisatawannya datang, terdesak, sehingga jarang yang berinteraksi ke
ruang luar karena kotanya diambil wisatawan.
Harus dikembalikan menjadi
keseimbangan -- warganya masih tetap merasa jadi tuan rumah di kota sendiri, wisatawan
juga merasa nyaman. Kuncinya itu meng-upgrade infrastruktur . Bandung masalah
utamanya di infrastruktur yang tidak siap terhadap peluang ekonomi yang datang
dari pariwisata
Salma, salah satu wisatawan Malaysia yang saya temui di Bandung Trade Centre |
LORI:
Apakah anda tidak melihat hal
yang menggerakkan pembangunan terutama
di kawasan bandung utara ini semakin aktif hari-hari ini?
RIDWAN KAMIL:
Ya itu tadi. Kota ini harus punya
visi. jadi visinya menurut saya keseimbangan yang berkelanjutan tadi. Nah di
utara itu dalam visi saya membangunnya itu tidak boleh semena-mena. Karena
daerah resapannya itu banyak di utara.
Kedua, harus ada konsep zonasy.
Boleh membangun bangunan tinggi, tapi tidak di bandung utara. kalau mau
bangunan yang tinggi itu di bandung tengah, timur, barat, opportunity masih
besar. Karena daya dukung lingkungan di utara itu terbatas. Utara itu kan
warisan dari colonial, didesain sebagai garden city -- jadi kota taman yang
berkelok2. Sehingga daya dukung untuk melebarkan jalan, kapasitas air dsb itu terbatas.
nah selama ini pembangunan kota
itu terlalu disetir oleh pasar. dimana pasar berminat memberi investasi, disitu
biasanya izin selalu diberikan dengan pembenaran2. nah menurut saya harus
dibalik paradigmanya. Utara mau seperti apa, investasi boleh datang, tetapi
mengikuti konsep seperti yang dimau bandung utara adalah kota heritage, kota
yang ruang hijaunya sangat banyak. kalau mau yang sifatnya padat dan besar,
digiring ke bandung yang sisi yang lain. Nah saya mau membawa konsep.
Karena di kota-kota lain dunia
juga sama. misalkan di Paris, ya. Ada kota tua. Di freeze gitu dibekukan
menjadi kota yang historis. Kalau mau bangun high rise, boleh gitu. tapi di la de
fanc, di sisi kotanya. Nah konsep yang sama mau saya terapkan. Kalau sekarang
itu serabutan. Mau dimana, boleh. Pada saat boleh, kan infrastrukturnya kan terbatas.
Jadilah kelebihan beban. Makanya macet, banjir, dan sebagainya menjadi masalah yang
hadir gara2 konsepnya terlalu disetir oleh pasar
apakah kita bisa hidup berdampingan dengan suasana semacam ini di kota kita?? |
LORI:
Apabila dilihat mulai dari
periode yang sebelumnya, mulai dari 2008-2013, ini kan ada ijin membangun di
kawasan Bandung utara yang diberikan pada puluhan bahkan ratusan pihak, dan
kemudian juga pada saat ini belum rampung. Apakah di masa pemerintahan anda ini
akan ada yang ditinjau ulang?
RIDWAN KAMIL:
Ya saya kira saya akan mereview
seluruh ijin yang sudah dikeluarkan apakah daya dukung lingkungannya masih bisa
mendukung pembangunan yang sudah dikeluarkan? Kalau ternyata tidak berarti
harus ada moratorium….atau penghentian dengan catatan seperti itu. Kalau
ternyata masih bisa, dimana yang bisa, dimana yang tidak? Nah 2 hal ini kan
selama ini…..ngga jelas. Di daerah yang seharusnya bangunannya pendek, jaraknya
jauh-jauh, tiba-tiba ada izin apartemen yang tinggi. Menurut saya kurang tepat.
Jadi ada review perbaikan. Sehingga bayangan saya kalau orang datang ke
bandung, ke utaranya seperti utara jaman dulu -- yang sifatnya banyak hijaunya,
bangunannya pendek2, dst. Jadi ada tinjauan insya Allah
salah satu wilayah Cekungan Bandung yang kini berubah jadi perkebunan, daya serap air pun berkurang |
LORI:
Kemudian bangunan yang sudah
terlanjur hadir dengan memberikan kesan amburadul itu akan anda apakan, pak?
RIDWAN KAMIL:
Nah itu terkait dengan isu hukum,
ya. Saya ngga bisa juga semena-mena merubuhkan bangunan-bangunan yang sudah
ini. Tapi saya akan review kasus per kasus. kalau ternyata banyak
prinsip-prinsip yang secara hukum dari awalnya salah, ya bukan tidak mungkin
bisa dihilangkan. Tapi kalau dari awal prosedurnya sudah benar , mungkin kita
liat ke depan aja tidak ada ijin baru. yang lama, ya, sudahlah mungkin biar apa
adanya selama itu aturan hukumnya tidak terlalu bermasalah
LORI:
Bagaimanapun anda warga bandung
RIDWAN KAMIL:
Lahir di bandung, sekolah di
bandung
LORI:
Ya. Dan melihat dan meninjau perubahan
di bandung sejak anda mengenal kota bandung seutuhnya. Apa yang paling anda
rasakan berubah di kota ini?
RIDWAN KAMIL:
Kelebihan beban. Kalau saya
simpulkan kelebihan beban. Jadi kota bandung itu mengalami 3 revolusi, ya:
revolusi jalan anyar-panarukan jaman belanda, lahirlah kota bandung. Revolusi
jalur kereta api, jadilah paris van java. Nah ada revolusi tol cipularang.
Sejak tol cipularang kan orang
Jakarta kan tidak hanya weekend, tapi bisa pulang bolak-balik ke Bandung, ya. sementara
kapasitas jalan segitu2 aja. Jadi kalau ibarat wadah air, itu airnya sudah
luber. Harus diperbesar wadah atau dikurangi si airnya, kan gitu. nah sama
juga. Jadi bandung tidak siap dari segi infrastruktur. Itu yang saya rasakan.
Berimbas pada seluruh aspek kehidupan.
padatnya kota Bandung saat ini, memberi sumbangsih pada meningkatnya suhu di kota |
Nah ini yang menjadi target saya
adalah meng upgrade infrastruktur. Jadi konsep monore,l kemudian ada
flyover-flyover baru, kemudian ada mall cabel car, ada program sepeda, ada bis2
wisatawan dari hotel ke hotel -- itu bagian dari merespon terhadap opportunity
tol cipularang dan bandara ini melalui upgrading infrastruktur dan perubahan
gaya hidup yang lebih siap.
LORI:
Apakah anda definisikan dengan membangun itu tidak
selalu dalam hal kota yang modern?
RIDWAN KAMIL:
Pembangunan itu tidak bisa
diberhentikan secara filosofinya. Yang bisa itu dikendalikan. Kita tidak bisa
menyetop perubahan, ya, bisa dikendalikan. Nah selama alat pengendalian ini
tidak jelas, rapuh, kemudian tidak ada tindakan hukum bagi yang melanggar, kota
ini menjadi kota yang sakit yang kelebihan beban. sehingga yang menjadi korban
warganya.
Saya bagian dari yang complain
juga terhadap situasi. malam minggu susah keluar rumah. Jadi saya keluar
rumahnya malam senen. artinya harus ada sesuatu yang di-ini-kan. Kita kan ngga
bisa balik ke masa lalu, ya. Yang harus kita siapkan adalah menyiapkan terhadap
masalah2 dan peluang di masa depan. Oleh karena itu apa yang tadi saya
sampaikan adalah persiapan2: dalam 5 tahun harus ada public transportation yang
missal, ada perubahan gaya hidup, dsb. Itu yang saya sebut dengan merespon
terhadap peluang yang sedemikian besar.
Karena pertumbuhan ekonomi
bandung itu lebih tinggi daripada nasional. pertumbuhan ekonominya 9 persen.
Nasional Cuma 6 persen. jadi kecepatannya luar biasa, tapi kotanya ngga
berubah. Nah ini merespon itu. Tidak harus selalu modern, ya. Definisi modern
itu lebih pada fungsinya. kota itu kan punya 2 hal : satu, fungsinya. Dua,
identitas.
Nah fungsinya semua kota di dunia
sama: harus ada jalan yang lebar, pedestrian yang nyaman, public transportasi
yang massal. kalau identitas, nah ini, ini kota sunda. kesundaan itu akan saya
terjemahkan dalam kondisi fisik maupun juga festival dan hal2 yang non fisik. sehingga
kalau datang ke bandung -- mimpi saya dalam 5 tahun-- kotanya berfungsi, sehat,
dan kalau dilihat oh…ini bandung pisan, sunda pisan dan sebagainya…
LORI:
Bagaimana dari anda untuk
mengendalikan laju warga Jakarta yang berwisata ke Bandung?
RIDWAN KAMIL:
tidak hanya berdampingan hidup dengan pepohonan, tetapi juga hewan yang tinggal di dalamnya |
Saya justru tidak mau mengehentikan,
yang saya mau lakukan adalah mengatur flow turis maupun warga Jakarta yang ke Bandung. Contohnya tadi, saya akan menyediakan 2 hal, contohnya bis wisata. Karena
hasil survey menunjukkan rute turis itu-itu aja. Jadi buat aja rute turis
dengan bis wisata . Bis wisatanya dibikin gaul, dibikin nyaman, sehingga orang
memang mau nongkrong di bis itu sambil menikmati kota. Kedua, bike sharing
sudah dilakukan. Jadi ada halte-halte sepeda di setiap hotel di pinggiran jalan
yang ramai, dst….Sehingga turis yang datang kan ingin enjoy menikmati -- ya
pilihannya mau naik sepeda atau naik bis gratis misalkan. Nah mudah-mudahan
dengan begitu warga Jakarta yang ke Bandung mobilnya parkir saja di hotel.
Bergeraknya dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah kota Bandung.
Feeling saya bisa mengurangi beban lalu lintas
LORI:
Memangnya masih ada, ya space di
bandung ini yang masih bisa digunakan?
RIDWAN KAMIL:
Pertama, taman2 yang
terbengkalai, kita akan kelola oleh masyarakat. Nanti akan ada launching 1
taman, 1 komunitas. Sudah ada…taman fotografi, taman music, taman buku dan
macam-macam, ya. Sehingga akan ada wisata taman yang selama ini tidak ada. Yang
kedua,….pada saat tidak ada tanah yang bisa dibeli kita akan beli bangunan yang
sudah kita lakukan di kampong di kopo, ya. Dengan dana CSR yang diberikan
perusahaan, kita mau membuat taman bermain untuk si kampong itu ternyata ngga
ada tanahnya. Akhirnya kita beli rumah yang dijual. Rumahnya dibongkar
dikembalikan lagi. Jadi saat tidak ada tanah kita beli bangunan yang kemudian
dikonversi menjadi ruang hijau. Sudah ada dan menjadi preseden baik untuk di
masa depan. Plus saya punya gagasan seriap bangunan yang diijinkan dibangun di
bandung….di atasnya harus ada taman. Jadi kalau ada 1000 bangunan, ada 1000
taman baru
LORI:
Itu konsep yang tidak mudah lho,
pak
RIDWAN KAMIL:
Kan saya punya kewenangan kalau
nanti menjadi walikota, membuat aturan. Mau membangun silahkan. Ikuti
persyaratan khusus kota Bandung. karena kota bandung kan makin panas…untuk
mendinginkan kota bandung sederhana: perbanyak pohon.
LORI:
Anda akan memberikan sanksi
apabila ada yang tidak mengikuti?
RIDWAN KAMIL:
Kan tidak diizinkan IMBnya,
sesederhana itu aja. Jadi IMB mau keluar, ya udah penuhi syarat ini.
LORI:
Bagi yang sudah lama bagaimana?
RIDWAN KAMIL:
Nah itu tadi kita ngga bisa
berandai-andai dengan bangunan yang sudah terbangun. Yang sudah terbangun hanya
dihimbau: Tolong sekian persen dari atapnya dikonversi sebagai taman. Tapi bagi
yang baru kan masih bisa diutak atik karena masih dalam proses perancangan. Ini
kan di atasnya juga taman. …jadi itu revolusi hijau, ya dari segi aturan. Jadi
innovation by policy, gitu
Nice blog.... lg nyari2 bacaan ttg RTH 30%, nemu banyak tulisan bagus dalam satu blog. Kesempatan bagus buat menyimak laporan2 sosial, ekonomi, lingkungan buat yg ga sempat lihat acaranya langsung. izin menyimak n bookmark...! :)
ReplyDeletekeren sekali analisis kang emil soal tiga revolusi bandung
ReplyDeleteI always love the way your write and report, Lor..
ReplyDeleteBig fan!
Kalau pembalakan di hutan di gunung-gunung yg mengelilingi Bandung dibiarkan saja 5-10 tahun ke depan, niscaya Bandung akan tenggelam bersama banjir yg melanda.
ReplyDelete