Anton dan rombongan tiba hari ini di Khatmandu.... Syukur deh akhirnya kami dan
rombongan bisa berkumpul, meskipun karena cuaca buruk mereka terpaksa
menghanguskan tiket pesawat mereka dan memilih membayar ekstra untuk menyewa
helikoper. Tibanya seluruh tim di Khatmandu menandakan berakhirnya misi 7
summits kali ini, dan semua merasa lega...meskipun aku dan Anton masih memiliki
beberapa berita dan paket untuk diselesaikan:p
Kedatangan tim 7 summits di Khatmandu bertepatan dengan acara makan malam yang
digelar oleh kedubes Indonesia di Nepal, khusus untuk merayakan keberhasilan
tim 7 summits mencapai Everest. Jadi, malam harinya kami langsung menuju hotel
shangri-La yang letaknya agak di pinggir kota Khatmandu.
Baru dalam pertemuan malam ini lah aku bertemu dengan warga Indonesia lainnya
yang tinggal di Khatmandu. Memang sihhh…tidak banyak warga negara Indonesia
disini. Mungkin jumlahnya hanya berkisar ratusan saka. Rata-rata mereka adalah
keluarga dari pegawai kedutaan yang dinas di Nepal, TKI, atau pun para tenaga
NGO. Ada juga WNI yang menikah dengan warga negara asing yang berdomisili di
Nepal, bahkan ada pula WNP (warga negara Nepal) berdarah Indonesia yang tinggal
turun temurun di negara ini. Senang rasanya bisa merasakan suasana layaknya di
negeri sendiri, dimana kami bisa berdialog dengan bahasa Indonesia. Sayangnya,
meskipun ini acara yang diharapkan sangat bernuansa Indonesia, masakan yang
dihidangkan tetap masakan khas Nepal... padahal, pasti bakal lebih mantap klo
bisa makan sate, rending, ayam gulai padang, atau lele (_ _)
Aku cukup
salut dengan warga Indonesia yang tinggal di Nepal. Tentu saja, setiap orang
yang memilih untuk tinggal jauh dari tanah airnya adalah karena alas an mencari
penghidupan yang lebih baik. Namun tentunya beban social yang mereka hadapi
berbeda dengan WNI yang mengadu nasib di Negara-negara yang lebih makmur
dan teratur, seperti di Eropa dan
Amerika. Selain mereka roaming bahasa
Nepal,
kota-kota di Nepal dengan segala permasalahannya bukanlah daerah yang sedap di
pandang mata (kecuali pegunungan Himalayanya…). Dan dilihat dari pekerjaannya,
tentunya TKI di Nepal bukanlah jenis TKI yang menjadi pembantu rumah tangga,
seperti di Malaysia atau Negara-negara arab. Mereka adalah TKI untuk jenis
pekerjaan terdidik hingga professional. Jadi, aku pun cukup takjub dengan
mereka WNI yang merasa nyaman dan bisa tinggal hingga beberapa generasi di
negara ini…
Di awal acara, kata-kata sambutan diberikan oleh Duta besar Indonesia untuk
Bangladesh dan Nepal, Zet Mirzal Zainuddin. Sebenarnya Pak Mirzal berkantor di
Bangladesh. Tetapi begitu mengetahui kami menyelesaikan misi di Nepal, beliau
bela-belain untuk terbang dari Bangladesh dan mengundang kami makan malam.
Dalam sambutannya, Pak Mirzal berharap Indonesia juga akan semakin dikenal
dengan prestasi-prestasi pendakian gunungnya...soalnya selama ini khan Indonesia lebih dikenal dengan bulu tangkisnya
(itu pun beberapa tahun belakangan sudah mulai digeser prestasinya oleh China). Dan
entah mengapa, olahraga sepakbola dikenal sampe ke pelosok Indonesia (padahal
prestasi kita di cabang ini, sejak jaman Indonesia awal merdeka pun, tidak lah
menggembirakan (- . -) )
So far, acara malam ini menyenangkan.
Dan setelah selesai acara, kami masih lanjut dengan hang out ke tempat bernama Jazz Up Stair. Bentuknya seperti ruko
dengan fisik yang tidak meyakinkan, tetapi di ruang lantai atas ternyata ada
semacam mini concert yang digelar......dan tentunya selalu aliran
jazz. Mini concert rutin dilakukan
hari Rabu dan Sabtu (if i'm not mistaken, ya...). Di luar itu, tempat
ini hanyalah bar biasa....suasananya agak remang-remang
gimanaaa.....gitu. Tapi buat yang suka jazz, mereka bakal enjoy banget
disana sampe sekitar jam 2 pagi… Sayangnya…aku bukan salah satu dari mereka
yang bisa happy melek sampe jam 2
pagi. Dengan berat hati, aku menikmati show jazz nya sambil terkantuk-kantuk…