gambar ini seperti teriak,"Woiiiyy....kamu yg disanaa.....!" XD |
Menentukan
habitat bagi orangutan, ternyata ngga bisa sembarangan. Apalagi dengan
porsi hutan hujan tropis yang semakin minim, dengan adanya areal tambang
dan meluasnya kebun sawit. Paling engga, hutan habitat orangutan itu
harus jauh dari pemukiman penduduk. Ketinggiannya pun tertentu --
sekitar 700 mdpl (meter di atas permukaan laut). Soalnya,
tanaman-tanaman yang tumbuh di ketinggian itulah, yang jadi makanan
orangutan.
Itu
sebabnya, BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) membutuhkan waktu
paling engga 3 tahun, untuk menemukan lokasi yang cocok bagi orangutan.
Luasnya sekitar 86.000 hektar -- yaa....di Gunung Belah itu. Disinilah,
sekitar 200an ekor orangutan yang diasuh tim BOSF akan menggantungkan
masa depannya.
Sayangnya,
ada fakta yang menyayat hati. Upaya BOSF untuk melestarikan orangutan
itu ngga gratis. Bisa dibilang, nyaris ngga bisa dilihat niat baik
pemerintah di dalamnya. (Itu menurutku....kamu boleh ngga setuju).
Bagaimana
mungkin, hewan langka seperti orangutan, yang seharusnya dilindungi
pemerintah, justru harus dilindungi oleh NGO....dan NGO itu harus
membayar sebesar US$1,4 juta untuk hak pakai lahan hutan!! Itu setara
dengan Rp 14 miliar (dalam kurs US$ 1 = Rp 10.000). Itu pun dihitung
sebagai lisensi pengelolaan hutan saja (HPH) yang hanya berlaku selama
60 tahun. Setelah itu? Apapun bisa terjadi..... Termasuk mungkin
menyerahkannya ke pihak swasta, yang ingin mengelolanya bagi keperluan
industri.
coba liat mereka...imut gini (^o^).... |
Tugas
BOSF sebagai NGO yang concern sama orangutan ngga berhenti disitu.
Soalnya, ngga semua orangutan yang mereka rawat layak untuk
dilepasliarkan. Ada sejumlah orangutan yang telah tertular penyakit
manusia, seperti TBC dan hepatitis. Jika sudah begitu, mereka bagai
dapat vonis 'penjara' seumur hidup -- ngga akan kembali ke hutan. BOSF
pun harus merawat mereka seumur hidup.
Setidaknya,
dengan adanya Kehje Sewen, sejumlah orangutan bisa merasakan rumah
mereka yang sesungguhnya. Pepohonan yang rindang. Dahan kayu yang
elastis. Siluet cahaya matahari di balik dedaunan. Dan tanah hutan yang
agak basah. Mereka ngga akan disakiti atau dilempari batu oleh
sekelompok manusia di kebun sawit, yang menganggap mereka sebagai hama.
Setidaknya
itulah yang kupelajari hari ini, di hari istirahatku, setelah melewati
perjalanan darat 20 jam. Rombongan kami baru tiba di penginapan pukul 05.00 subuh
tadi. Siang tadi, kami menyempatkan diri untuk membeli kaos kaki
tambahan, jas hujan, dan sepatu karet yang wujudnya kayak sepatu bola
murahan. Entah untuk apa sebenarnya sepatu bola karet ini. Ngga sabar
rasanya untuk perjalanan besok pagi. Hoaaammm.......
SUMBER FOTO: google.com
SUMBER FOTO: google.com
No comments:
Post a Comment