AKU MAU HIDUP
…
20.
Coory Elyda dari Pengkajian Amerika
21.
Mahligai Putri Adika dari Penyuluhan
dan Kom. Pem
22.
Lori Singer Elizabeth Siregar dari
Perdamaian dan Resolusi Konflik
23.
Natalina Sangapta Periangin-angin
dari Perdamaian dan Resolusi Konflik
24.
Siddiq Wahyu Hidayat dari Rekayasa
Biomedis
25. Alfitri Yuni Astuti Achmad dari
Rekayasa Biomedis
....
Yapppp…..namaku terselip di deretan itu….dari 29
nama yang menerima beasiswa Pascasarjana di salah satu universitas negeri untuk
kurikulum tahun 2009. Setelah hampir 6 tahun berlalu, mungkin itu adalah salah
satu pengalaman yang paling ingin kuulangi dalam hidup ini…..sekolah lagi.
Pada kenyataannya, hingga hari ini aku belum pernah
duduk sebagai mahasiswa S2, belum pernah mengikuti kuliah bidang Perdamaian dan Resolusi Konflik
(selain kelas Perdamaian senilai 3SKS di S1), dan mengikuti perkembangan dunia
hanya dari media massa seperti hal nya orang kebanyakan.
Mengapa akhirnya
aku tidak mengambil beasiswa itu dan lebih memilih bekerja? Mengapa aku memilih
untuk meninggalkan Jogja yang nyaman dan tinggal di Jakarta yang dari dulu
kuhindari? Mengapa aku mau menjadi wartawan? Mengapa aku yakin untuk menjalani
hidup yang bahkan tidak kuprediksi sebelumnya?
Well,
umurku memang belum mencapai 50, untuk dengan pongah berkata,”aku sudah cukup
banyak makan asam-garam…”, tapi aku mau berkata itu lah hidup. Aku meyakini
untuk mengambil langkah itu, karena panggilan hidup yang bersuara di hatiku
mengatakan aku harus kesana.
Terkadang hidup
membawa kamu bergerak ke suatu arah yang tidak diketahui, tidak kau bayangkan,
bahkan (terkadang) tidak kau ingini. Hidup membawamu melihat hal-hal yang
indah, namun juga membuka matamu tentang hal-hal yang dianggap tabu. Hidup membawamu
merasakan kebahagiaan, tetapi tidak bisa mencegah kamu merasakan sakit dan
kesedihan.
Aku suka
geli sendiri melihat beberapa teman yang Nampak iri dengan pekerjaan sebagai wartawan.
Kata mereka profesi ini untuk “bekerja + jalan-jalan gratis”. Pernahkah mereka
berpikir kehilangan waktu pribadi bersama teman dan keluarga? Ditolak narasumber?
Harus tersenyum di depan kamera saat kegelisahan, kemarahan, dan kesedihan
merasuk di hatimu? Merasa jiwamu di tempat A, saat tubuhmu berada di tempat B?
Apakah pengorbanan
itu sebanding dengan relasi-relasi yang kutemui, pelajaran dan pengetahuan yang
kudapatkan di berbagai daerah dan negara, seni melobi orang yang kuperoleh,
kenyataan dunia yang kuhadapi ternyata tidak seindah drama dan cerita-cerita
novel? Sebagian orang akan mengatakan itu semua ngga sebanding. Tapi untukku
yang menjalaninya…..itu sebanding….tidak akan pernah kusesali….
Aku menjalani
pilihan itu, karena aku hidup…..ada impian-impian ilahi yang ditanamkan di
dalam hati, bercampur dengan berbagai ambisi, harapan, dan keinginan…entah yang
mana yang akan terwujud.
Sayangnya
atau untungnya, kita adalah mahluk social yang hidup bergantungan dengan orang
lain. Siapa pun di sekitar kita terkadang merasa bertanggung jawab untuk
melihat kita berbahagia dalam versi mereka….dalam impian mereka….dalam pandangan
mereka. Jika mereka bisa, atas nama cinta, mereka akan mencegah rasa sakit itu
menyentuh kita. Namun haruskah demikian?
Suatu hari,
di suatu ruangan, bersama dengan seorang public figure. Wanita yang cantik,
keluarga besar yang mapan, jadwalnya diatur sekretaris pribadi, memiliki 2 anak,
sepanjang hidupnya bersekolah di sekolah swasta yang terkenal. Bukankah itu
yang diinginkan hampir semua orang?? Hal yang mengejutkan saat dia mengatakan
bahwa hari-hari yang dia jalani bagaikan hampa. Bukankah dia memperoleh semua
yang terbaik? Lalu mengapa dia bisa merasa hampa? Apakah yang diberikan oleh
keluarga besarnya bukanlah sesuatu yang dia ingini?
Aku
berharap bisa hidup dalam mimpi, harapan, dan visi yang muncul dalam lubuk hati
ini….bukan berdasarkan mimpi dan visi orang lain. Aku ingin suatu hari berkata,"Aku tidak pernah menyesali semua ini terjadi....dan aku bersyukur mengalaminya..."....Dan seandainya….mewujudkannya
semudah menuliskan kata-kata ini….
No comments:
Post a Comment