hanya sekumpulan yak yang kami temui di jalan |
Di dekat penginapan kami, ada klinik Himalayan Rescue. Sebenarnya klinik Himalayan Rescue tidak hanya ada di Periche, tetapi juga di beberapa desa lainnya. Klinik ini didedikasikan untuk membantu para climber yang sakit di sepanjang perjalanan, termasuk terkena gejala AMS. Jika penyakit yang diderita cukup parah, klinik bisa menelpon untuk meminta bantuan helikopter. Helikopter akan segera datang dalam waktu 15-30 menit saja, dan dapat mengangkut pasien menuju rumah sakit di Kumjung atau di Khatmandu. Biasanya dokter yang bertugas di klinik Himalayan Rescue adalah dokter-dokter muda, dan berganti-ganti. Mereka akan dirolling dalam durasi waktu per 3 bulan. Aku ngga tau dari mana asal para dokter ini, yang jelas mereka bukan penduduk lokal, melainkan orang barat. Kali ini dokter yang bertugas adalah seorang wanita bernama Maria. Kalau aku ngga salah dengar, dia berasal dari Inggris. Maria membawa serta anjing hitam peliharaannya untuk menemani dia bertugas selama 3 bulan. Aku rasa ini akan menjadi momen-momen yang sulit diterima oleh anjingnya....
Tarif pasien di Himalayan Rescue dibedakan untuk penduduk lokal dan wisatawan. Untuk biaya konsultasi, penduduk lokal hanya dikenakan 100-200 rupee ( sekitar 12,000 a 25,000 rupiah). Namun untuk wisatawan, biaya konsultasi senilai US$50. Apabila kami datang di luar jam kerja, maka biaya konsultasi naik 2 kali lipat. Belum lagi biaya obat dan yang lainnya. Nampaknya perbedaan harga ini adalah untuk subsidi silang dengan pasien penduduk lokal. Lagipula penduduk lokal sangat miskin. Meskipun 100 rupee hanya senilai dengan satu cangkir lemon tea di lodge tempat kami menginap, aku rasa 100 rupee sangatlah bernilai bagi mereka. Untungnya, Tuhan sudah memberikan kekebalan tubuh super bagi orang-orang himalaya ini. Tubuh mereka yang sudah beradaptasi dengan ketinggian dan hawa dingin tidak bereaksi 'senorak' tubuh para wisatawan. Mungkin mereka bahkan ngga mengenal gejala AMS. Selain itu, mereka tidak membutuhkan air minum sebanyak kami, hidungnya tidak meler-meler, tidak perlu pula menggunakan baju berlapis-lapis seperti kami, dan tidak perlu memakai sepatu khusus selain daripada sepatu olahraga biasa. Bahkan beberapa kali aku melihat mereka dengan cueknya jalan hanya menggunakan sandal, di saat aku menggunakan sepatu trekking dengan kaos kaki bahan wool tebal.
Nilai moral dari semua ini adalah, penduduk himalaya harus bersyukur dengan bakat alamiah tubuh mereka yang mampu hidup dalam kondisi alam yang ekstrim. Sedangkan para wisatawan, sebaiknya jangan sampai sakit di himalaya, jika tidak mau keluar ongkos besar....:p
No comments:
Post a Comment