Hari ini bangun subuh. Maklum…bulan puasa. Meskipun ngga ikutan puasa,
paling engga harus sahur bareng rombongan.
Pagi ini kami berangkat dari Sintang. Kab. Sintang
– Senaning itu sekitar 233km. kayaknya
ngga jauh-jauh amat kan, ya….paling-paling Cuma 5 jam. Ternyata…salah besar! Karena cuma sedikit jalanan beraspal.
Kenyataannya, sebagian besar adalah jalan tanah merah yang
ngga rata. (aku berusaha mengingat
kapan terakhir kali melihat tanah merah seperti itu…mungkin di Baktaphur,
Nepal..:( ). Klo musim kemarau, jalanan ini bakal berdebu dan menghalangi jarak
pandang. Sebaliknya, kalau musim hujan, bakal bikin mobil2 ‘skating’ dan banyak yang
terperosok di lubang-lubang
(dan harus tabah sampai
menunggu bala bantuan lainnya datang)
Aku Cuma bisa geleng-geleng kepala. Aneh banget menurutku, karena jalanan itu digolongkan sebagai “jalur strategis nasional”,
karena menjadi jalur yang dilalui untuk menghubungkan 2 negara. Tapi jalur
strategis kok ngga beraspal??? Jangankan
berstatus “jalur strategis”, tepatnya ini “tragis”. Kami convoy 5-6 mobil
ranger. Beberapa kali mobil terjebak di lubang dan harus
ditarik oleh mobil lainnya untuk keluar.(kebayang ngga klo mobilnya ngga convoy…)
Aku berusaha tabah menghadapi jalan yang ‘begajulan’. Untungnya sudah
minum antimo J. Sepanjang perjalanan, pemandangan
yang ada di kanan-kiri cuma rumah-rumah penduduk, ilalang, hutan, dan sesekali ada
lewat perkebunan kelapa sawit.
Wow…aku sampai takjub dengan begitu luasnya kebun kelapa sawit di daerah
ini. Kata dinas PU setempat, saking mereka ngga punya duit untuk membangun
jalan ke perbatasan, mereka buat semacam deal dengan perusahaan sawit untuk
pemeliharaan jalan. Kesepakatannya kira-kira gini: setoran ke daerah dikurangi
sekian persen, sebagai gantinya jalanan dekat kebun sawit bakal dipelihara
perusahaan….menyedihkan.
bagaimana menurutmu warna airnya? mirip teh, kan... |
Rumah penduduk rata-rata terbuat dari
kayu. Dan karena sempat berhenti beberapa kali, aku
baru tau kalau penduduk rata-rata ngga punya toilet. Mereka mandi di sungai
atau genangan air rawa. Jadi disitulah semuanya (can you imagine?? Saat itu kita sudah 68 tahun merdeka…). Ada juga yang punya toilet luar, yang untuk
dipakai beberapa rumah (yang mungkin adalah keluarga)
Mengharapkan melihat air jernih disini sangat sulit. Karena jenis hutan
yang ada di daerah ini adalah hutan gambut. Maka yang muncul adalah air rawa dan sungai di pedalaman yang warnanya coklat bening, penampakannya seperti air
teh. Katanya, itu adalah air dari hutan gambut.
Kejutannya belum selesai. Tim kami berangkat dari
Kab. Sintang pukul 08.00 dan tiba di kec. Ketungau Hulu pkl. 17.30. jadi
perjalanannya kurang lebih 10 jam. Kami disambut oleh warga
yang baik hati. Aku hanya terpikir 3 hal: mandi, makan, dan istirahat.
andai kau tau bagaimana perjuangan mencapai tugu ini :( |
Oh, yeahh..kenapa harus terkejut. Harusnya aku cukup rasional untuk
memperkirakannya sedari awal. Kalau aspalnya aja ngga dibuat puluhan tahun,
gimana PLN juga bisa membangun sampai kesini??!!! Fiuhhh….
No comments:
Post a Comment