Patung Kristus Raja di Dili |
Perjalanan menuju Atambua
lumayan....302 km!! ( atau sekitar 7 jam – kami melewati Soe – Kefamenanu, hingga akhirnya
tiba di Atambua). Dan selama itu juga, mata ini dimanjakan oleh pemandangan khas daerah
indonesia timur –
rerumputan kering yang ditinggali oleh sejumlah hewan ternak.
rumput NTT yang menguning karena teriknya matahari daerah Timur |
ternak bisa lewat jalanan, melengos seenaknya |
Joau menunjukkan saya jalan pintas menyebrang ke Timor Leste secara ilegal |
Kembali ke Timor Timur. Ternyata 14 tahun -- sejak peristiwa 1999 -- cukup untuk membuat
seseorang memulai hidup yang baru. Meskipun masalah tempat tinggal pengungsi
yang seharusnya dijamin pemerintah tidak kunjung selesai, ada banyak hal baru
yang dimulai.
tokoh agama memegang peranan penting di NTT dan Timor Leste |
Kita ngga bisa mengatakan mereka telah hidup
sejahtera, sih.
Aku nyaris ngga
menjumpai puskesmas. Hanya ada beberapa sekolah (mungkin hanya 1 SMA). Selain itu, sulit
sekali mencari fasilitas air bersih. Rumah-rumah cenderung menyediakan puluhan
jirigen untuk membawa air dari tempat yang cukup jauh.
Tapi yang aku rasakan adalah
ketulusan masyarakatnya. Tim liputan kami disambut dengan ramah. Memang dalam
banyak hal, itu juga berkat fixer kami yang kenal baik dengan daerah itu dan
mampu berkomunikasi dengan bahasa Timor maupun Tetun. Kami merasa tidak
dicurigai.
Mereka
bersedia untuk berbagi cerita, bahkan menyediakan waktu untuk menghidangkan
makanan bagi kami, seakan-akan kami keluarga yang datang dari jauh. Padahal cerita yang kami minta
untuk dibagikan menyangkut isu-isu
yang sensitif – tidak ada yang menyangkal bahwa kisah Timor Timur memiliki
kenangan tersendiri – mereka membagikannya seakan itu hanyalah kisah biasa.
Mungkin juga karena sejak lama mereka telah hidup dengan situasi tersebut, dan menerimanya
sebagai bagian yang mewarnai jalan hidup mereka. Tidak ada satu pun terlontar
hujatan terhadap pemerintah, tuntutan atas nasib mereka saat ini, ataupun
menanyakan perhatian masyarakat Indonesia lainnya
yang
nampak ‘anteng’ di pulau Jawa.
Hidup terus berjalan, bahkan di
Atambua... apa yang mereka lihat setiap hari adalah bagaimana mencapai masa
depan – dengan atau tanpa bantuan pemerintah pusat. Mereka ngga ambil pusing kalau di Jakarta orang-orang ribut karena harga BBM naik, pejabat tertangkap korupsi, atau bahkan ibukota kebanjiran. Apa yang mempengaruhi hidup
mereka sehari-hari adalah gereja, TNI penjaga perbatasan, dan transaksi dengan
Timor Leste...
ehhh....ada tambahan...
Satu cerita menarik yang kudengar saat itu... Sekitar tahun 2011, presiden SBY bersikukuh mengunjungi Atambua via jalur darat. Padahal jalur darat Atambua di beberapa bagian rusak cukup parah. Belum lagi rencana SBY di last minutes ingin agar perjalanan 1 hari itu menjadi 2 hari (alias ada tempat peristirahatannya). Yang terjadi adalah semua pejabat pemda bergotong royong untuk menutupi segala kekurangan disana-sini, bagaikan kain bolong yang ditambal di berbagai bagian. Bahkan rumah peristirahatan SBY entah bagaimana diusahakan hingga sampai dipasang AC segala. Intinya, kerja keras para pejabat pemda berhasil...
Budaya menyenangkan atasan memang melekat pada orang Indonesia...di daerah manapun. Bahkan hal yang awalnya ngga ada dan ngga bisa diberikan bagi warganya, bisa tiba-tiba ada atau di-ada-ada-kan. Kunjungan SBY 2 hari, jalanan bisa mulus. Padahal belasan tahun sebelumnya, kondisi jalanan tak terurus. Ahh....andaikan sedemikian cinta pusat pada daerahnya, mungkin tidak akan mudah setiap warga untuk berteriak "tolong lepaskan....kami ingin merdeka!"
hidup saling mengasihi di perbatasan NTT |
ehhh....ada tambahan...
Satu cerita menarik yang kudengar saat itu... Sekitar tahun 2011, presiden SBY bersikukuh mengunjungi Atambua via jalur darat. Padahal jalur darat Atambua di beberapa bagian rusak cukup parah. Belum lagi rencana SBY di last minutes ingin agar perjalanan 1 hari itu menjadi 2 hari (alias ada tempat peristirahatannya). Yang terjadi adalah semua pejabat pemda bergotong royong untuk menutupi segala kekurangan disana-sini, bagaikan kain bolong yang ditambal di berbagai bagian. Bahkan rumah peristirahatan SBY entah bagaimana diusahakan hingga sampai dipasang AC segala. Intinya, kerja keras para pejabat pemda berhasil...
Budaya menyenangkan atasan memang melekat pada orang Indonesia...di daerah manapun. Bahkan hal yang awalnya ngga ada dan ngga bisa diberikan bagi warganya, bisa tiba-tiba ada atau di-ada-ada-kan. Kunjungan SBY 2 hari, jalanan bisa mulus. Padahal belasan tahun sebelumnya, kondisi jalanan tak terurus. Ahh....andaikan sedemikian cinta pusat pada daerahnya, mungkin tidak akan mudah setiap warga untuk berteriak "tolong lepaskan....kami ingin merdeka!"
bersama Xanana Gusmao |
kak lori udah nonton atambua 39^ belum? aku pengen nonton dan ga keburu waktu itu. pengen nyoba kesana juga pengen tau rasanya gimana di flores. sepertinya benar2 menyenangkan
ReplyDelete