Friday, March 7, 2014

360: MAHALNYA TINGGAL DI JAKARTA



Dari manakah saya mendapat inspirasi untuk meliput kasus perumahan di kota besar? Sebenarnya belajar dari pengalaman. Sebagai orang yang beranjak dewasa (:p) , saya mulai belajar investasi. Dengan tabungan yang belum cukup banyak, saya mau coba beli rumah atau apartemen di Jakarta. Menurut saran beberapa teman, hal itu bakal lebih menguntungkan ketimbang jadi anak kos yang duit sewanya melayang setiap bulan tanpa beri keuntungan sebagai hak milik.
yahh...harapan minimal punya rumah kecil dari tabungan sendiri...

Mulai deh cari-cari brosur perumahan dan apartemen. Sebuah apartemen pun ditawarkan kepada saya dengan lokasi persis di depan kantor. Mata saya segera tertuju ke tipe studio (yang tentunya harganya paling murah). What??!!! Saya langsung tercengang... Rp 600 juta-an! Ini sebenarnya harganya yang kemahalan, atau saya yang emang mengalami shock-therapy karena belum pernah menjajaki harga apartemen sebelumnya??

Usut punya usut, ternyata itu termasuk dalam harga tengah – dalam artian bisa dapat yang lebih murah, bisa lagi yang lebih mahal. Yang jelas, lokasi dan kelas apartemen yang dimaksud akan mempengaruhi harga. Apalagi kalau lokasinya di tengah kota....hadeuhhh....
Harga rumah? Jangan ditanya.... Untuk yang tipe 36 aja bisa dapat dengan harga yang sama (Rp 600 juta-an) mungkin dengan lokasi di daerah luar Jakarta (bodetabek). Pernah lho...dapat rumah kecil harga Rp 60 juta-an... udah seneng banget...:”)..... 
apa mau dapat rumah di daerah banjir kayak gini??

Usut punya usut lagi...ternyata lokasi rumah itu di pinggir pojok bogor, dan bangunannya mungkin ngga full dari bata. Terus kalau ambil rumah yang itu, gimana cara ke kantornya di Jakarta tiap hari?? (@_@?)....See....emang nyarinya gampang-susah-susah (susahnya lebih banyak, hehehehe...)
Mari kita belajar berhitung... Sanggupkah masyarakat Indonesia membeli rumah di negeri mereka sendiri?
Menurut rilis terakhir, pendapatan per kapita Indonesia 2013 adalah Rp 36.5 juta (atau setara Rp 3.2 juta per bulan). Maka:

Pendapatan                        Rp 3,200,000 (asumsi pelaku masih single, alias belom menikah)
Transport (asumsi naik transJakarta)           Rp 210,000
Kos/ kontrak (asumsi ngga pake AC)         Rp 500,000
Belanja bulanan                                          Rp 200,000
Makan (asumsi 2x sehari)                           Rp 600,000
Pulsa (asumsi dengan paket internet)           Rp 150,000
TOTAL                                                     Rp 1,700,000

Artinya, masih ada sisa Rp 1,500,000 untuk hang out bareng teman, beli baju, bayar iuran (air, listrik, gas, cuci), patungan kado ultah/ nikah, dsb. Kira-kira sisa berapa ya? Katakanlah Rp 500,000. Lalu si pelaku bisa memilih uang itu untuk ditabung, bayar asuransi kesehatan, atau untuk cicilan rumah. Dan pada kenyataannya, saat ini sulit banget bisa dapat cicilan rumah seharga Rp 500,000 per bulan (fiuhh...).

Ironisnya, di tempat lain, ada orang-orang tertentu yang bisa beli beberapa apartemen dan rumah sampe 10. Mungkin mereka cukup beruntung (atau pintar mengelola keuangan). Tetapi angka back-log (kekurangan rumah) kita yang sampai 15 juta unit (menurut kemenpera) atau 21 juta unit (menurut pengamat property) tidak bisa dianggap remeh... Jangan berpikir bahwa mereka yang tidak memiliki tempat bernaung adalah para tukang becak, anak jalanan, atau cleaning service....di dalamnya termasuk saya dan sejumlah white-collar yang masih menumpang tinggal di rumah orang tua dan menggunakan mobil hadiah ultah bokap-nyokap...

perumahan kumuh di tengah kota...ngga jauh adri apartemen harga 600 juta-an
Simak wawancara saya dengan Ali Tringhada, yang mengupas bobroknya sistem penataan tempat tinggal bagi rakyat di negara kita...

LORI00:00
Dari UU yang sdh ada saat ini, itu kebijakan yang berpihak pada rakyat atau tidak?

ALI00:13
Contohnya UU rumah susun, masih ada pasal2 yang belum jelas
Misalnya harus membangun rusun 20 persen dulu. Terus belum ada peraturan jelas misalkan pengembang membangun, dia harus kontribusi untuk membangun rusunami untuk yang golongan rendah

LORI
Untuk yang golongan menengah ke bawah?

ALI 01:11
Iya. Itu juga belum jelas. Sanksinya sudah jelas ada, tapi bentuknya belum jelas. Artinya gini, kalau si pengembang membangun rumah susun, dia harus dalam jangka berapa tahun baru selesai (rusunaminya)? Dan itu kompensasinya jangan dalam bentuk uang. Jadi kalau pengembang mewah bangun apartemen, dia bangun rusun dalam bentuk fisik. Kemudian pengembang kategori mewahnya itu belum ada. Jadi yang menjadi objek si UU itu pengembang mewah, ok. Tapi mewahnya itu seberapa? Belum jelas
Kemudian ada lagi hunian berimbang. Banyak pengembang2  menengah atas yang belm bisa menerapkan 1:2:3. Jadi si pengembang itu harus membangun 1 unit rumah mewah:2 menengah:3 sederhana. Itu belum bisa diterapkan juga karena banyak pasal2 yang belum detail

LORI 02:13
Jadi pada kenyataannya pada praktek di lapangan hal itu ngga terjadi?

ALI 02:18
Iya betul. ...Jadi kalau kemenpera bilang target pembangunan rumah 210ribu unit...itu target siapa? Kalau itu target pemerintah, berarti pemerintah yang harus bangun

LORI 03:18
Pada kenyatannya?

ALI 03:19
Pada kenyataannya pengembang swasta yang bangun.
Kalau kita bilang pengembang swasta itu sah2 aja karena dia ada profit margin yang dia ambil. Tapi ini kan suatu paradoksnya yang mindsetnya juga salah.
Kalau pemerintah bicara membangun 210ribu rumah itu public housing, itu yang bangun pemerintah di atas tanah pemerintah. Jika dibangunnya di atas tanah swasta, itu pati ada margin disana yang tiap tahun pasti naik karena mengikuti mekanisme pasar. Jadi mindsetnya sudah salah. 

LORI 04:18
Itu sebabnya harga apartemen, rumah, rusun terus naik

ALI
Betul

LORI
Padahal daya beli masyarakatnya?
amit-amit deh...jangan sampai kita sampai tinggal di penampungan saking ngga ada rumah (ilustrasi)

ALI 04:26
Semakin rendah. Karena ada inflasi, kemudian BI rate naik. Kalau BI rate naik, pasti suku bunga KPR pun naik. Setiap BI rate naik 1persen, ada penurunan pangsa pasar KPR 4-5 persen. Artinya setiap tahun selalu jatuh itu daya beli. Sedangkan harga rumahnya semakin naik. ...

LORI 05:36
Pak Ali, khan dari yang dirilis pemerintah tahun lalu kita backlog sampai 15 juta unit. Setuju ngga dengan angka itu?

ALI 05:47
Itu naik khan, dari sebelumnya 13, 6 juta unit tahun lalu menjadi 15 juta unit. Itu kan dalam kondisi biasa yang kalau saya lihat ada backlog 600 – 800rb rumah. ..., itu kami dari IPW memprediksi ada 21,6 juta (backlog) lho. Naiknya berlipat2, ya emang begitu. Harga tanah, ya...2010 – 2012 itu aja sudah ngga masuk akal. Naiknya bisa 5- -60 persen bahkan lebih. di beberapa titik lokasi bahkan bisa sampai 100 persen. Kalau harga tanah naik berlipat2, daya beli makin jatuh. Maka wajar aja kalao backlog itu bisa naik sampai 2x lipat.

LORI 7:04
Untuk harga rumah tapak yang ditetapkan pemerintah itu di range berapa, pak Ali?

ALI 07:09
Kalau zona aslinya 98-105 juta d jabodetabek, tapi di beberapa daerah kayak Papua lebih tinggi lagi

LORI
Kalau rumah susun?

ALI
Dulu 144 juta, sekarang 216 juta. Tapi ada yang mengusulkan 540 juta

gaya hidup kota besar...tinggal vertikal
LORI
Angkanya masuk akal ngga itu?

ALI 07:33
Angkanya masuk akal sebenarnya, karena ini kan datang dari pengembang swasta. Sekali lagi mereka kan buth profit margin. ...

LORI
Kalaumelihat rumah dan rusunaminya harganya di atas 100 juta, masuk akal ngga dengan penghasilan rata2 masy. Ind. Saat ini?

ALI
Kalau 105 juta landed ya (rumah tapak) itu masih bisa. Masalahnya lokasinya dimana? Pengembang bisa bangun 105 juta, tetapi lokasinya makin jauh, makin jauh

LORI
Di pojok ?

ALI 09:16
Di pojok...di ujung2 dunia, gitu lah.
Belum lagi ongkos transportasi segala macam. Jadi bisa beli, tapi kan ngga memberi produktivitas untuk dia. Bisa dia mencicil Rp 700rb per bulan, Cuma rumahnya dimana? Spec nya seperti apa? Kalau kita bicara rusunami di tengah kota, itu emang ngga isa engga harganya ya mesti sekitar 200jt an lah...itu yang masih bisa terjangkau sama karyawan  yang bekerja di jakarta.
rumah tapak....di pinggir Jakarta
Tapi saat karyawannya mau beli yang harganya 200jt, apartemennya kan ngga ada. Ngga ada pengembang yang mau bangun apartemen harga 200jt. Rata2 bangun di atas 200 jt lah (ngga mau terus terang klo rata2 540jt an...itu pun Cuma tipe studio).
Nah itu tugas pemerintah . ini kau menengah tanggung nih dan menengah ke bwah, ketika mereka punya daya beli 100-200 juta, karena pengembang ngga mau melirik kaum menengah bawah yang profitnya sedikit. Sah2 aja, saya ngga nyalahin pengembang. Yang saya salahin pemerintah tanggap harusnya ini tanggung jawab pemerintah, bukan tanggung jawab swasta.
Ya, 1000 tower. Bagus ngga? Bagus. Itu visi ke depan. Sebenarnya JK sudah melihat bahwa siap ngga siap, mau ngga mau kita tinggal vertikal. Tapi masalah implementasi di lapangan, aturan yang belum jelas, itu yang membuat program 1000 tower itu gagal

LORI
Dari 2007 – sekarang, dari 1000 tower itu berapa yang berhasil terealisasi?

ALI 11:07
Dari data terakhir yang saya miliki, itu sekitar 30an persen. Dari yang terbangun itu pun, ngga semuanya rusunami.

LORI
Karena?

ALI
Kan pengembang mau ijin bangun rusunami. Dulu harganya masih 144 juta. Pengembang bangun dengan ijin rusunami subsidi. Pada kenyataannya, dia ngga membangun semuanya yg 144 juta. Dia menjual malah dengan harga 300 jutaan (woww...2x lipat lebih). Artinya ini kan ngga mencapai target
LORI
Dari awalnya disasar untuk buruh dan semacamnya,,,,
ini rusunawa, rusunami, atau anami???

ALI 11:52
Betul. Dari yang awalnya 144 juta untuk menengah ke bawah, pengembang malah bangunnya yang 350 jt. Kita ngga nyalahin pengembang, pemerintah yang aturannya ngga jelas. Ada ngga dulu aturannya pengembang kalau bikin 1 tower, ini 60 persennya untuk yang harga 144 juta rusunami subsidi? Ngga ada. Jadi kalau pengembang mau bangun Cuma 1 lantai aja yang rusunami subsidi boleh ngga? Boleh.

LORI 12:24
Sisanya mewah, terserah, hehehe..

ALI 12:26
Iya. Ngga ada aturannya kan...

LORI
Itu semua rusunami yang terbangun seperti itu di jakarta?

ALI
Hampir semua. Makanya ngga ada yang bilang rusunami lagi. Sejak pengembang jualnya di atas harga 350 jt segala macem, pengembang ngomongnya anami – apartemen hak milik. Kan bukan rusun lagi. ...

LORI
Pak, kan ada masy kita yg konvensional – artinya maunya tinggal di rumah tapak. Apabila kita melihat mereka tinggalnya di pinggir kota, kerjanya di kota, kemudian harus bolak2 semacam itu. Apalagi ada yg ngga tinggal di rumah mili, tapi masih ngontrak , kira2 kalau kita hitung berapa sih cost nya?
resiko kalau rumah di pinggir kota, tapi kerja di tengah kota....naik kereta

ALI 13:52
Gini, ya....
Kita harus merubah mindset. Kita ngga bisa ngomong lagi “saya mesti punya tanah”, ngga bisa. Karena kembali lg ketika kita memiliki daya beli Rp 200 juta kaum menengah tanggung, dia akan tinggal di pinggir kota. Dia kan mau rumah yang ada tanahnya gitu kan. Dia bela2in 200jt beli cicilan di pinggiran jakarta. Tapi kembali lagi masalahnya, ketika dia beli, dia sadar bahwa saya buat bolak balik transportasi aja habis Rp 1juta

LORI
Sebulan?

ALI
Sebulan. Bahkan bisa lebih malahan. ...
Jadi totalnya bisa Rp 2,5 jt sebulan. Kalau dia menyicil rusunami yang harganya Rp 200 juta – kalau ada lho, ya, seharusnya pemerintah ada tuh – kalau dia bisa menyicil Rp 2,5 jt, seharusnya dia bisa beli 300-400jt tuh apartemen. Secara produktivitas pun dia tidak bolak balik berjam-jam ke rumahnya yang landed.
Jadi ini salah satu fenomena yang – mau ngga mau – kalau kita kerja di metropolitan, apalagi yang sarana transportasinya belum begitu bagus, kita harus membeli hunian yang dekat dengan tempat tinggal kita (harusnya tempat kerja kita...). kalau nanti kita sudah punya tabungan, mau beli rumah,bisa. Tapi itu priority nya sudah jadi kedua. Beli apartemen dulu, beli rumah nanti. Pekerja kayak gitu. Kita ngga bisa memaksakan bahwa kita harus punya rumah.
Kalau mau punya rumah berarti harus siap – yaitu spendingnya harus naik – 2,5jt sebulan. Itu belum dll, belum makan segala macam. Apa iya karyawan bisa kuat dengan mencicil seperti itu? Saya rasa engga. Ujung2nya kredit macet – rumah yang dia beli itu kosong, sedangkan dia tetap sewa atau kos di jakarta. Ujung2nya kan mubazir juga, sayang... kalau dia bisa beli rusunami , ngga beli landed, dia punya aset di jakarta dan harganya makin naik.

apa rela bangun sesubuh ini tiap hari demi kerja di Jakarta???
LORI 03:00
Bagaimana dengan mekanisme bank tanah yang pak Ali ceritakan? Sebenarnya bagaimana caranya dan negara mana yang sudah menerapkan?

ALI 03:07
Sebenarnya bank tanah gini...umumnya udah ada bank tanah. Misalnya gini pemda2 menyediakan 10-20 persen untuk perumahan golongan menengah ke bawah. Masing2 pemda sudah ada, masalahnya belum ada keseriusan pemda2 untuk memanfaatkan tanah itu. Dia juga ngga tau ini buat siapa, karena pemda2 juga mungkin kekurangan pengetahuan tentang tata ruang properti, dsb sehingga harus rasional juga. Jadi pemerintah seharusnya punya badan yang mengurusi tanah2 yang dikembangkan untuk golongan menengah ke bawah. Tanahnya dari siapa? BUMN. Pemerintah bisa aja – presiden ketok palu, gitulah – tolong BUMN menyediakan 5 persen tanahnya untuk golongan menengah bawah. Bisa ngga? Semestinya bisa. Itu akan dikelola oleh suatu badan. Dia seperti pengembang besar pemerintah lah. Dia mesti membangun dimana aja, rumahnya dimana, kota ini butuh berapa unit, dia bisa segala ini. Di singapore itu ada Housing Development Board. HDB disana, dia punya bank tanah, dia bangun untuk golongan menengah ke bawah, dia jual untuk konsumen menengah ke bawah. Ketika si konsumen itu mau menjual kembali, menjualnya ngga boleh ke umum. Karena kalau dijual ke umum harganya dah ngga masuk akal – itu mekanisme pasar yang berlaku. Kembali lagi kalau kita bicara soal mekanisme pasar, itu bukan public housing. Ini kita bicara tentang public housing. Konsumen itu harus menjual lagi ke pemerintah. Ketika dijual lagi pemerintah, pemerintah sebenarnya berfungsi untuk mengendalikan harga tanah kan. Di Indonesia kan ngga ada. Ngga ada kalau rumah-rumah pemerintah harus dijual lagi ke pemerintah itu ngga ada. Iu pun membuat harga tanah semakin naik...semakin naik..pemerintah pun ngga bisa mengendalikan harga tanah.
Nah kembali kita katakan dulu ada perumnas. Dulu perumnas ini cukup bagus. Cuma masalahnya sekarang perumnas masuk di bawah BUMN. Itu yg misi sosialnya berkurang lah – karena dituntut profit di BUMN. Semestinya ada semcama perumnas lah, yang bisa mengelola bank tanah ini.

LORI
Saat ini kita ngga punya?

ALI
Ngga punya. Konsep paling sederhana sebenarnya seperti ini, ini bukan konsep baru sebenarnya. Dia punya aset tanah negara yang tadinya diduduki secara fisik – dia punya waduk 2 dan segalanya itu kan tanah pemprov DKI – dikembalikan lagi sebagaimana kepemilikannya adalah tanah pemprov DKI dan dia membangun rumah2 susun disana. Itu konsep bank tanah.
Meskipun sekarang masih terbatas rusunawa ya untuk kaum pekerja informal, mesti sewa. Tapi dalam perjalanannya pemprov DKI mesti jeli juga nih. Karena pada kenyataannya kaum menengah tanggung ......yang bisa membeli Rp 200 jt , tapi apartemennya ngga ada. Jadi ini dilema. Jadi pemprov DKI tidak hanya memberi untuk kaum informal.
Karena sebagian besar, mungkin hampir kalau di Jakarta ini 60-70 persen itu karyawan, bukan sektor informal. Itu yang karyawan kantor segala macam itu yang saya bilang kaum menengah tanggung. Ini yang belum ada hunian. Ketika mereka masuk jakarta, saat jakarta banjir, lumpuh kan semuanya. Yang kaum commuter2 semua kan lumpuh. Ngga bisa masuk jakarta. Berapa trilyun tuh ruginya jakarta. Tapi kalau mereka masuk kawasan jakarta, dekat dengan tempat kerjanya –rusunami atau rusunawa – itu lebih efektif.
Dan satu lagi kalau kita melihat superblok2 ini – saya agak mengkritik masalah superblok di jakarta. Saat itu diijinkan membangun superblok, seharusnya pemprov DKI harus siap menyiapkan beberapa persen untuk jadi rusunami yang sederhana lah. Selama ini kita kan ngga ada. Superblok selama ini dibangun apartemen menengah atas. Asumsinya kalau dibuat superblok seharusnya yang kerja dan belanja itu tinggal disana. Tapi saat dibangun menengah ke atas semuanya, pekerja disini kan yang seharusnya ‘dapat jatah’ untuk tinggal disitu kan tetap aja kaum commuter bolak-balik
ini orang-orang kerja di Jakarta, tapi entah tinggal dimana...

LORI 08:17
Sedangkan yang disana mungkin juga Cuma...

ALI
Investasi













LORI
Iya investasi...ngga ditinggali

ALI
swasta akan terus membangun apartemen...dengan harga yang terus melonjak
Iya..kosong. itu yang saya katakan harus ada terobosan juga. Ketika dibangun superblok itu seharusnya ada pengembang yang pengesahan untuk membuat itu tadi unit2 apartemen untuk golongan menengah ke bawah. Rusun lah. Itu kan lebih efektif. Kalau di kota2 besar, paradigma kotanya kan sudah beda. Itu yang di tengah kan kaum pekerja semua. Kayak di Hongkong. Yang menengah ke atas malah tinggal di pinggir kota. Kalau di Indonesia kan kebalik. Semua berlomba2 di tengah, kaum menengah atas, mewah segala macam, tapi tidak diimbangi dengan ketersediaan kaum menengah bawah. Menengah bawah dipaksa untuk jadi kaum coomuter – bolak balik bekasi tangerang gitu kan. Eh salah, bekasi – jkt, bogor – jkt, tangerang – jkt. Semuanya begitu. Itu yang menjadi masalah kota di jkt.

LORI 09:19
Bagaimana rencana dari pemerintah untuk membuat tapera? Ini bisa jadi solusi?

ALI 09:26
Secara hitung2an bagus. Itu tabungan rakyat yang dalam 10-20 tahun ked epan  mungkin bisa gratis hitung2anna ya untuk golongan menengah bawah. Saya tidak mempermasalhkan. Visinya bagus. Di negara mana-mana, di singapore, mereka punya semacam, tabungan rakyat. Cuma saya hanya menggarisbawahi hati2 dengan sistem pengawasannya. Karena ini akan bergulir dana puluhan hingga ratusan trilyun. Ini harus ada sistem pengawasan yang bagus. Jangan sampai ini dipolitisir dan dimanfaatkan pihak2 tertentu juga yang nantinya nga tercapai juga tabungan rumah rayat kan.



Thursday, March 6, 2014

360: AIR UNTUK SUMBA



Menginjakkan kaki pertama kali di Sumba, aku teringat percakapan dengan seorang teman yang bekerja untuk sebuah LSM yang telah belasan tahun di Sumba. Kata temanku itu (sebut saja namanya Mawar, hehehe..) hingga saat ini program LSM nya masih seputar MCK bagi warga. Agak aneh rasanya saat mendengar itu…

Bukan hal yang mengejutkan untuk mengetahui banyak daerah terpencil di Indonesia kurang mendapat perhatian pemerintah (ini bahasa halus dari kata “diabaikan”). Jangankan mengenal cara hidup abad 21, disentuh sama fasilitas umum kayak listrik, tower sinyal, dan jalanan beraspal aja engga gitu lho… Maka ngga heran kalau masyarakat di berbagai daerah cukup terbelakang dan masih agak primitive.
the gorgious Waru Wora village

Tapi kalau daerah Sumba sudah disentuh oleh LSM selama belasan tahun, masa sih yang harus diurus dan disosialisasikan masih MCK??

Selama berkeliling di Waikabubak (untuk mencari penginapan), saya melihat wilayah ini baik-baik saja, layaknya daerah yang menggeliat berkembang. Namun bergeser 1,5 jam perjalanan darat ke kampung Waru Wora, perbedaan itu sangat terasa…

Masyarakat di kampung ini masih tinggal di rumah-rumah adat yang atapnya terbuat dari rumput. Namun di beberapa kawasan lain, sebagian rumah telah menggunakan atap seng, meskipun masih dengan wujud yang menyerupai rumah adat. Terlihat agak aneh memang, apalagi setelah ditanyakan ke penduduk local, sebenarnya rumah dengan atap seng membuat hawa rumah mereka bagaikan sauna di siang hari…nyaris tidak ada yang bertahan di dalam rumah. Lantas kenapa menggunakan atap seng? Katanya sebagai lambing prestige saja….biar terlihat sebagai orang mampu (yaelaaahhh…)

Andre saat memasang pompa dan pipa di sumber air
Disinilah saya bertemu dengan Andre Graff. Pria berkebangsaan Prancis ini sudah hampir 10 tahun di Indonesia. Yang menarik adalah, Andre memilih tinggal di Sumba dan mendedikasikan dirinya untuk membuat banyak sumur. Ini jauuuuuhh…berbeda banget dengan profesinya sebelumnya: Pilot sekaligus owner perusahaan wisata dengan balon udara

Kenapa penting untuk menggali sumur di Sumba? Ceritanya gini….sudatu peradaban pada umumnya berkembang di sekitar aliran sungai (itu yang kita pelajari pada peradaban Sungai Yang Tze, Gangga, dan Mekong). Tapi di Sumba, peradaban justru terlihat di bukit dan gunung-gunung. Lho, kok?

Di jaman bahuela, Sumba sering terlibat perang suku. Logikanya, jika mereka mau menahan serangan dari suku lain, maka mereka ngga boleh tinggal di lembah. Akhirnya mereka tinggal di tempat tinggi, dan ‘mengorbankan’ kebutuhan yang lebih penting, yaitu dalam hal makanan dan air. Akhirnya adat menjatuhkan tugas mencari air pada wanita dan anak-anak. Jadilah setiap hari wanita dan anak-anak pergi turun gunung demi air untuk keluarga dan ternak (mungkin tenaga para wanitanya bagaikan Xena the warrior princess).

inilah cara anak-anak mendaki sambil membawa ember air di gua
Masalahnya, di Sumba aliran sungai tidak begitu banyak seperti di Jawa. Air ada di rawa-rawa dan gua-gua. Setiap pilihan punya resiko…. Air di rawa cenderung kotor karena juga diinjak dan diminum ternak. Air di gua sulit di jangkau dan rawan kecelakaan saat mengambilnya. Waktu ngeliat lokasi gua di Karosoh (distrik Kodi Barat) dan Bilacenge (distrik Bukambero), rasanya pengen nangis…! Benar-benar gelap dan cukup terjal. Can you imagine they do that regularly without using any slippers nor flashlight?!

Bagaimanapun juga, masyarakat Sumba telah beradaptasi dengan pola pengambilan air semacam itu puluhan tahun. Belasan LSM telah datang untuk memberikan bantuan. Tapi mungkin bisa kukatakan itu bantuan setengah hati. Maaf, ya…bukan bermaksud ngga menghargai. Tapi pada kenyataannya bantuan itu ngga berhasil membawa air ke rumah. Yang warga butuhkan air, bukan tong plastic penyimpanan air, keran, pipa, dsb. Semua barang itu ngga akan berguna dan using seiring waktu, jika air yang seharusnya ada disana tetap ngga berhasil dibawa….

Andre dalam sumur buatannya
….Tapi Andre Graff melakukannya. Simak wawancara saya dengannya…

LORI:
01:09 Pak andre, anda sudah memiliki banyak pengalaman, keliling dunia, selama anda bekerja sebagai pilot di Perancis. Apa yang membawa anda untuk tinggal di Sumba, di tempat yang keras, bahkan justru menjadi  penggali sumur disini?
ANDRE:
01:31 Awalnya saya masuk disini mungkin pengalaman pertama saya sebagai turis. Karena dalam hidup saya, saya sudah banyak traveling keliling dunia, tetapi itu untuk sesuatu yg khusus – seperti tugas terbang, atau untuk mencari ilmu. Ke Negara mana pun saya pergi pasti ada tujuannya. Tapi saat saya masuk Ind, saya sebagai bule atau turis biasa. Jadi saya buka mata, dan tempat pertama yang saya kunjungi adalah Sumba. Ya, lewat Bali, tapi menurut saya kurang menarik. Jadi langsung ke Sumba. Jadi saya melihat tempat ini benar2 indah…terpukau. Apalagi orang2 terlihat aneh – mereka masih sedikit liar, tetapi menarik. Dan saya melihat orang2 yang benar2 menderita karena tidak ada air. Lalu memahami sedikit factor ekonomi social masyarakat mengapa mereka masih tertinggal. Dan juga cara mereka menghormati nenek moyang, cara mereka berpikir…dan itu menarik buat saya. Akhirnya saya berpikir, ok saya akan bantu sejauh saya bisa. Dan saya masih disini…
tugas air dipegang wanita dan anak-anak...setiap pagi dan sore
LORI:
03:17 Katanya anda menjual perusahaan balon udara anda. Apa benar begitu? Anda jual berapa?
ANDRE:
03:25 Jual Rp 10,000. Hahaha…
LORI:
03:28 Yang benar?
ANDRE:
03:32 Benar. Dalam sistim hak Perancis tidak bisa member hak perusahaan gratis. Tapi bisa diberikan dengan harga 1 euro
LORI:
And jual 1 euro?
ANDRE:
03:40 Ya, 1 euro. Waktu itu euro masih Rp 11,000. Waktu itu 2003 akhir, saya jual dengan harga 1 uero untuk mendapatkan hal yg paling penting bagi saya daripada uang, yaitu kebebasan
pekerjaan Andre selama lebih dari 20 tahun
LORI:
04:07 Orang yang bebas
ANDRE:
04:09 Ya, merdeka. Saya merdeka dari perusahaan, tidak harus tanggung jawab lagi untuk langganan, untuk orang yg kerja buat saya, untuk mobil2, balon2, asuransi, bank… tidak bisa berpikir bagaimana orang memimpin perusahaan…pastinya bisa pusing, ya. Waktu saya jual perusahaan ini, saya merasa seperti orang muda – bisa berjalan di dunia dengan bebas, merdeka, …wow…
LORI:
04:45 Dan kemudian anda membuat proyek sumur di sumba. Ada berapa sumur kalau boleh tau selama 9 tahun ini?
ANDRE:
Ya, sekarang ada sekitar 29 sumur

LORI:
06:41 Andre, sebenarnya masalah krisis air atau sulitnya mencari air di sumba orang2 sudah tau sejak lama. Ada banyak bantuan dari LSM dan mungkin juga pemda. Tapi mengapa andre membuat program yang sama? Apakah program2 yang sebelumnya selama belasan tahun tidak bekerja di tempat ini?
dengan pompa dan pipa, air bisa dinikmati di permukaan
ANDRE:
07:02 Itulah. Bahkan sampai hari ini saya masih lihat banyak lapisan dari bantuan  -- bank dunia, LSM, pemda, organisasi internasional  -- tapi ada banyak bantuan yang tidak berfungsi. Kosong. Padahal anggaran yang dikeluarkan besar. Kadang2 saya merasa seperti di Alkitab kisah David yang kecil dan Goliath yang besar. Saya ini David yang kecil tapi saya harus punya cara cerdik untuk menang, bukan cara uang yang besar untuk menang. Yang penting orang bisa dapat air secara konsisten dan kemudian kelak dapat memeliharanya sendiri. Artinya sudah ada banyak kemajuan, tapi masih banyak hal2 yang salah. Seperti menaruh penampung air di terik matahari (ngga tertutup atap). Ini adalah cara yang paling jelek dan bodoh. Barangnya pasti cepat terbakar dan kesehatannya (air di dalamnya) tidak akan terjamin lagi. Begitu juga dengan selang, keran. Harus pasang keran di posisi yang tepat supaya orang (yang mengisi air) bisa sambil berdiri. Kita kan punya kaki untuk berdiri. Kita ini orang, bukan babi yang mengambil air dekat dengan tanah atau di (ketinggian/ posisi) rata (dengan) anjing . ada banyak hal seperti ini. Ada juga yang (menggerakkan listriknya) dengan tenaga solar atau dari petrol/ minyak. Padahal kita punya daya yang gratis dari matahari. Konyol, ya. Harusnya pakai yang gratis. Memang saat pertama kali dipasang, anggarannya harus sedikit lebih (banyak). Tapi setelah beberapa tahun, kan sudah balik modal. Dan kelak kita akan untung…nanti
antrian jirigen warga di rumah air
LORI:
09:07 Dimana program sumur ini pertama kali dibuat?
ANDRE:
 09:14 Dimulai pertama kali di Lamboya. Namanya program PPWW -- pilot project waru wora. Kita mulai pada 25 agt 2011 dan masih bekerja sampai hari ini. Saya harap ini bisa bekerja sampai selama2nya. Tidak perlu ada perhatian khusus atau orang yang ditugaskan untuk menyalakannya. Dia bekerja secara otomatis. Ngga perlu juga ada penampung daya listrik. Cukup kita kasi penyeimbang dengan fiber saja dan tandon untuk antisipasi kalau mendung selama beberapa hari karena hasilnya (kerja) pasti kurang (maksimal).
LORI:
10:15 Apa saja testimony yang masuk dari masyarakat setelah proyek itu berjalan?
ANDRE:
10:21 Ada banyak pasti – mayoritas – yang luar biasa senang. Yang pasti senang adalah perempuan dan anak2. Juga kalau anda Tanya guru, pasti melihat bahwa anak2 yang pergi ke sekolah sudah lebih bersih. Sudah lebih disiplin. Air masuk dalam banyak rangka (lapisan) masyarakat. Tapi ada juga yang sedikit nakal (atau ngga suka) sama saya
LORI:
Oh ya?
ANDRE:
10:58 Tidak terlalu senang. Kenapa? Misalnya mereka orang (pria) yang judi. Para perempuan (ibu2) tidak suka mereka judi. Sekarang perempuan di rumah, tidak lagi di sumur. Mereka pasti tidak senang dengan saya. Tapi itu minoritas. Sekarang sudah ada yang bilang bahwa orang yang meninggal di kampung berkurang. Karena sudah ada air, orang tidak perlu lagi pergi jauh mencari air, sehingga (kecelakaan) orang meninggal berkurang. Itu adalah tanggung jawab saya. Ada yang nakal ya…tapi ngga banyak
Andre menunjukkan pada saya salah satu lokasi sumber air dalam goa
LORI:
11:38 Apakah memang sumber2 air di Sumba ini rata2 berada di tempat yang sulit, yang cukup membahayakan?
ANDRE:
11:45 Di Sumba ada banyak air, tidak mungkin ada masalah dengan air karena banyak daerah geologi yang (jenis) karts. Dalam perut gunung (mungkin maksudnya bukit) ini ada air yang jumlahnya mungkin masih cukup untuk 10x lipat warga Sumba. Tapi masalahnya adalah masih banyak orang yang belum bisa melihat bagaimana caranya agar air ini bisa dibagi supaya ngga ada daerah yang masih menderita, dan disaat yang bersamaan, ada daerah yang sudah terpenuhi kebutuhannya. Lalu ke depannya juga masih harus berpikir soal sanitasi. Karena ada banyak air yang dipakai disini kotor. Dia sudah turun ke bawah (ke lubang jamban), lalu kita harus hati2 jangan sampai kita pompa lagi (dalam wujud air tanah di sumur) karena itu sudah penuh dengan kuman2.
LORI:
12:55 Andre selama 9 tahun di Sumba membuat program sumur. Apakah selama itu berjalan dengan baik atau ada masalah2?
ANDRE:
13:07 Kadang2 ada masalah. Saya bukan orang yg suka masalah. Tapi kalau ada masalah, maka saya piker harus cari solusi.
LORI:
13:17 Seperti apa contohnya?

ANDRE:
14:00 Semuanya. Contohnya saja ada orang (desa) yang sudah mendapatkan hal yang enak, sudah dapat rumah air. Sudah ada banyak air. Tapi semua kerannya sudah rusak. Kenapa semua orang ngga ngumpulin sedikit uang, lalu pergi untuk beli dang anti keran sendiri. Hal seperti ini ngga perlu (pendidikan) dari fakultas untuk ganti keran. Lalu kalau ada atap dengan alang2 yang sudah mulai hilang, dariapada judi atau ngbrol (gossip) terus, mending pergi untuk mencari alang2 dan perbaiki. Inilah salah satu bentuk pemerataan pendidikan yang belum cukup. Dan sebaiknya membentuk organisasi masyarakat yang bermanfaat, nah ini adalah rencana saya yaitu membentuk water committee tapi pemimpinnnya perempuan
atap rumah air yg mulai rusak
LORI:
14:56 Perempuan?
ANDRE:
14:57 Perempuan saja. Kenapa? Karena dalam masyarakat tradisional, perempuan yang tanggung jawab dengan air.  Artinya kita ngga bisa ganti ini tiba2. Hari ini diganti laki2, bagaimana mereka mau tanggung jawab? Mereka (laki2) tidak pernah goyang (mengemban tugas itu)? Mereka (wanita) sudah kerja goyang selama ini, sampai keras, mereka yang harus bertanggung jawab.  Lagipula LSM di berbagai penjuru dunia tau bahwa otak perempuan lebih cocok untuk belajar soal ekonomi  daripada otak laki-laki. Minta maaf, ya…teman2
LORI:
15:46 Minta maaf, ya…cowok2…hehehe… andre, setau saya ada masalah di kaki. Ada sakit?
ANDRE:
Tidak lagi. Hehehehehe….
LORI:
Tidak lagi. Katanya kemarin masih akan menjalani operasi lagi?
ANDRE:
16:04 Operasi sudah dilaksanakan, dan sudah mengganti arteri (kaki) saya dengan yang palsu (buatan). Tapi beberapa minggu ke depan saya masih harus control lagi ke Perancis. Tapi sejak diganti saya merasa muda kembali. Sekarang saya sudah bisa jalan, tidak lagi sakit. Ini mungkin karena saya terlalu (banyak) merokok. Sekarang sudah berhenti merokok selama 3 bulan lebih, dan saya senang sekali.
LORI:
16:48 Saat di perancis, pekerjaan anda sudah baik, hidup anda bisa dikatakan glamor, anda meninggalkan itu semua dan memilih hidup disini. apa yang membuat anda tertarik bahkan bertahan untuk tinggal di Sumba?
ANDRE:
17:05 Saya piker karena setiap kali ada upaya saya untuk memajukan orang dan justru itu menimbulkan masalah bagi saya, saya akan berpikir “jangan lupa, ada banyak orang yang menderita jauh lebih banyak dari kamu”. Saya ada disini untuk mereka, bukan untuk santai-santai saja. Kalau mau santai saja ngga mungkin saya mau tinggal disini. Dan saya bukan orang yang suka hidup menderita. Saya adalah orang yang suka mengadakan pembaharuan agar situasi lebih baik. Dan ini adalah salah satu cara agar tidak cepat jadi tua.
pembuatan rumah air, tong harus ditutup, agar tidak rusak karena terik matahari
LORI:
17:46 Hahaha…kalau santai saja memangnya terlihat cepat  tua, seperti itu?
ANDRE:
17:50 Hmm…mungkin. kalau orang yang malas pasti cepat tua. Pasti kurang olahraga dalam senyum, pikiran, … silakan, tapi itu bukan cara saya untuk senang (menikmati hidup)
LORI:
18:06 Apa goal anda ke depan? Apakah menetapkan target harus ada 100 sumur, atau mungkin ada program lain yang anda rencanakan?
ANDRE:
18:17 Anda tadi lihat berkeliling bahwa ada bebereapa tempat yang harus diperbaiki. Maka sekembali dari barat (control kesehatan di perancis) saya akan coba perbaiki. Lalu tadi itu ada program pendidikan. Karena saya sudah perikasa banyak tempat di sumba yang perlu sistem distribusi air, dan saya berharap bisa masuk sampai 2-3-5 atau mungkin 10 tempt macam ini. Atau mungkin ratusan. Saya belum tau. Lebih baikm sedikit, dengan kualitas, dengan kerja lama daripada terlalu banyak. Tidak mau pakai program yang besar2, nanti tidak mampu. Mending yang kecil atau medium tetapi hasilnya baik.
LORI:
19:10 Coba gambarkan sumba dengan 2-3 kata? Apa itu?
ANDRE:
19:17 ….terpukau….menarik…..bahaya

Andre menunjukkan pada saya salah satu kawasan di Sumba yang paling memukau dirinya
LORI:
20:43 Seberapa jauh mimpi anda untuk sumba?
ANDRE:
20:48 Ini saya tidak bisa tahu. Selama saya hidup saya ngga pernah buat program lama2. Mungkin ada takdir yang mau bicara untuk saya. Saya tidak masuk cara agama. Tapi saya kira semua orang punya takdir sendiri, dan saya berharap punya takdir yang cukup lama agar saya masih bisa maju (membangun) dengan masyarakat disini. Maju bersama…

warga bisa menikmati air pancur dari rumah air yang dibuat Andre