Thursday, August 14, 2014

BUAT KAMU.....YAA, KAMU....YANG MAU JADI WARTAWAN...



Apakah kamu pernah bercita-cita menjadi wartawan? Oh...ya..? Sungguh...?? Kenapa? Kamu anak jurusa Ilmu Komunikasi? Atau....karena penggemar film “News Room”? ...Mmmmm....mungkin kamu kolektor komik “The Adventures of Tintin”?

Apa sebenarnya target yang pengen kamu raih dengan jadi wartawan? ID card press yang memungkinkan untuk tembus sampai Istana Negara? Nongol di televisi memberikan report dan ditonton sama sanak keluarga dan temen-temen? Bisa eksis di twitter dengan bilang “ok...live terakhir buat rapat paripurna DPR bulan ini...done” yg digandrungi puluhan comment?? Jalan-jalan ke banyak tempat?? Memuaskan berbagai keingintahuan mengenai kasus dan pojok-pojok dunia????

Aku menyayangkan mereka yang terobsesi menjadi wartawan, tanpa mengetahui sepenuhnya fungsi jurnalis itu sendiri....mengharapkan berbagai privilege yang menyertai profesi itu, tanpa mengerti tanggung jawab pemberitaan yang ia berikan bagi masyarakat. Sejumlah orang bahkan sangat bangga menyebut diri mereka cameraman, reporter, fotografer, produser, anchor....tapi saat ditanyai hal-hal umum atau kasus, kemampuan beropini maupun analisis tumpul... Alasannya, "Gue khan cuma ambil gambar...ya, semuanya tergantung reporter/ bos gue", atau..."Yahhh...aku ngga ngerti yang itu...ngga pernah ada di list pertanyaan yg dikasih, sih... Di naskah yg aku baca ngga pernah ada" .

Masih ada lagi (yang saking terobsesinya) ngaku-ngaku wartawan. Padahal mungkin penulis lepas...atau makelar kasus. Kami sering menyebutnya "wartawan bodrex"....suka muncul di acara-acara liputan yang berbau hajatan.

Banyak orang tidak menyadari bahwa menjadi wartawan pun ada resikonya juga. Terlepas dari berbagai kemungkinan ditolak narasumber, jam lembur yang memang ngga pernah ada bayaran, jam kerja yang terbolak-balik, topik pembicaraan yang terkesan ‘tinggi’ klo ketemu sama temen-temen saat reuni, masih ada banyak hal yang orang biasa ngga tau bisa jadi resiko profesi ini....terutama wartawan konflik.
Beberapa teman sesama wartawan sepakat bahwa profesi kami ini bagaikan ‘kutukan’ (serem yahhh... =p). Ada kalanya ingin dilepas, karena merasa kesulitan dengan ritme dan tuntutannya, namun merasa sulit ditinggalkan saat mengetahui betapa banyak potensi diri yang kami gali secara mandiri saat menjadi wartawan dan dapat melakukannya secara bebas....kami memimpin diri kami sendiri untuk memastikan apa yang mau kami bagikan pada massa.....dan memprediksi dampaknya.

Sejumlah orang yang bisa move on, akan sangat bersyukur bisa meninggalkan profesi ini... sejumlah yang lain justru menjadi semakin matang dan sangat mencintainya....meskipun ‘membayar mahal’ untuk tetap bertahan disana...dan akhirnya mengeluarkan berbagai berita dengan pengaruh yang mengguncang dunia.

Jadi, maukah kamu memastikan apakah kamu ingin menapaki dunia yang satu ini? :)

Berikut ini ada wawancara saya dengan salah satu senior yang sangat saya hormati, Andi Riccardi. Ia adalah satu dari mereka yang menunjukkan bagaimana dedikasi mereka di profesi yang mereka geluti...

LORI:
Bang andi mulai jadi wartawan dari kapan? Sudah berapa tahun?

ANDI:
Aku tuh jadi wartawan itu kebetulan, ya. Karena aku ngga punya background jurnalistik sama sekali...waktu itu aku Cuma bekerja selama 9 tahun di production house yang terbesar di indonesia pada waktu itu. .
Tiba2 tahun 97 itu aku ditawarin untuk join di AP television  ini. .. Aku berangkat dari seorang asisten kameraman pada tahun 97. Waktu itu AP television ini baru berdiri, ya di Jakarta. Jadi aku praktis Cuma 2 orang: cameraman ku Tim Diggle dan aku sebagai asistennya. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu aku ini tipe orang yang ngga pernah mau diam, dan aku adalah orang yang senang belajar. ..
Jadi pada tahun 98 itu aku sudah ditahbiskan sebagai cameraman

LORI:
Ciee...ditahbiskan

ANDI:
Itu kesempatan yang sangat langka, ya. Kebetulan juga periode 98 itu waktu yang sangat krusial bagi Indonesia. Tapi itu juga membawa berkah dan hikmah bagi aku juga. Karena dengan kesibukan yang luar biasa berita yang ngga pernah berhenti setiap hari dan gambar2 yang tersedia dasyat...yang aku sendiri sampai sekarang merasa heran tapi juga sekaligus bangga...kenapa? karena tahun itu juga aku dapat awards yaitu...tapi yang aku dapat itu untuk program news

LORI:
Waktu itu gambar apa yang menjadi referensi bagi mereka untuk memberikan penilaian itu?

ANDI:
Mereka melihat karya2 freelancer2 di dunia ini. Jadi mereka submit...istilahnya kita ngga akan terpilih kalau kita tidak submit gitu lho karya2 kita. Dan kebetulan karyaku itu diikutkan oleh kantorku sendiri untuk ikut dalam blabla awards itu...yang mewakili adalah gambar2 peristiwa 98 dan timor Timur

LORI:
.., tapi jadi cameraman atau wartawan daerah konflik, kayak gitu khan... secara ngga langsung...mau ngga mau

ANDI:
mmm...ya. jadi begini..sebetulnya di AP ini ngga ada predikat wartawan konflik, wartawan conference, atau wartawan summit, atau apapun lah.

LORI:
Tapi ini jadi kesaksian bahwa kebanyakan ini adalah daerah konflik semua

ANDI:
Iya memang. Tapi .. Di AP ini sangat moderat. Kita diberikan assignment, tapi untuk assignment yang berbahaya seperti konflik, kita punya hak untuk bilang tidak tanpa mempengaruhi kredibilitas kita atau  perform kita. Jadi kalau umpamanya “ok guys.. saya butuh orang untuk berangkat ke Irak. Andi, kamu mau ngga?”. Saya bisa bilang “tidak..”, dan itu tidak mempengaruhi penilaian apa pun. Tapi saya selalu bilang, “iya, saya mau...”

LORI:
Kenapa?

ANDI:
Karena memang sebagai cameraman anda butuh gambar yang bagus, yang menantang, yang challenges. Bandingkan gambar peerangan dengan gambar yang harus kita syuting saat conference, ya kan..gambarnya Cuma shake hands, Cuma press conference, Cuma..Saya orangnya senang sesuatu yang bersifat tantangan. Jadi kalau saya merasa tertantang saya akan fight apapun itu. Jadi saya melihat liputan di daerah konflik itu sebagai tantangan.

LORI:
Saat liputan di daerah konflik itu bang Andi sudah berkeluarga atau belum?

ANDI:
 Sudah

LORI:
Waktu mulai pertama kali di kejadian 98?

ANDI:
Iya

LORI:
Di saat akhirnya, waktu 98...akhirnya Irak, Afganistan, berbagai kejadian di Thailand...sempat ngga sih keluarga bilang “Kenapa harus kamu sih? Dan kenapa kamu mau?”

ANDI:
Saya tau bahwa pada suatu saat keluarga saya akan bilang tidak. Tapi sebelum sampai pada keluarga saya bilang tidak saya selalu mencari cara supaya mereka itu bisa mengijinkan. 

Awalnya saya sering berbohong. Katakanlah saat itu saya mau ke Irak atau Afganistan. Saya akan bilang mom..saya harus ke pakistan. Kenapa? Karena aku harus liputan pengungsi dari afganistan. Mereka mengungsinya ke Pakistan. Jadi saya harus ke Pakistan. Kenapa?Karena saya tau kalau saya bilang afganistan, the first word yang akan saya dengar dari istri saya adalah “Jangan”. Oleh karena itu saya bilangnya saya liputannya ke Pakistan, saya liputannya pengungsi. Saya ngga akan keluar dari Pakistan. Nah istri akhirnya bilang fine, ngga pa2. Tapi di Pakistan, ya? Iya. Untuk ke afganistan, kita memang harus ke pakistan. Dan kita memang harus ngurus visa di Pakistan untuk bisa masuk ke afganistan. Jadi saya ngga sepenuhnya bohong. Tapi paling tidak saya benar ke Pakistan. 

Saya tidak selalu bercerita pada istri saya apa yang saya lakukan, liputan apa yang saya buat, tapi paling tidak saya agak bergeser agar keluarga ngga terlalu khawatir.

LORI:
Sempat ngga sih ada momen/ kejadian dimana akhirnya Bang Andi trauma?

ANDI:
Kalau sampai sekarang engga ya. Saya belum mengalami trauma.
Justru saya punya teman 1. Wartawan kawakan juga dan dia masih bekerja di salah satu stasiun televisi.  Dia menjuluki saya kucing. Kenapa? Karena dalam kepercayaan chinese, kucing itupunya nyawa 9. Jadi tugas dia, dia itu ngitungin sudah berapa kali Andi itu sudah close call – yang hampir dijemput maut lah. An, kamu sudah 5 kali. Aku sudah ngitungin. Silakan kamu jadi wartawan. Tapi begitu kamu sudah 8 kali, kamu harus berhenti jadi wartawan. Karena pada tahun ke-9 nya nyawa kucing habis. 

Dari situ aja mungkin bisa menjawab, kalau kita trauma...paling tidak, kejadian 1,2,3 itu bikin trauma, harusnya kita tidak melakukannya lagi . tapi saya terus melakukan. Kenapa? Karena sampai sekarang saya belum pernah mengalami traumatik dari kejadian di lapangan. Bahkan sampai yang terakhir 2009 pun saya sebenarnya masih ingin pergi untuk liputan konflik. Saya bilang sama boss saya tolong put me in the list. 

Waktu ada kejadian Tunisia, kemudian bergeser ke Libya, ke Mesir. Tapi saya ngga pernah pergi lagi, bahkan saya malah dikirimnya ke Tsunami Jepang.

LORI:
Hahaha... tapi itu kan tetap peristiwa dunia, bang

ANDI:
Ya, itu tetap sesuatu yang luar biasa. Karena saya juga ngga tau ya, kenapa. Teman saya yang waktu di Afganistan itu – dia itu fotografer. Dia itu kakinya diamputasi tuh sebelah kiri dia tuh masih tetap pecicilan lah di Mesir, tunisia, di Libya dengan kakinya yang kaki palsu yang runner blade. Itu masih motret dimana2. Dan saya ngiri. Kenapa saya ngga dikirim lagi? Ternyata ada cerita di balik itu semua

LORI:
Apa itu?

ANDI:
Jadi waktu aku kena ranjau di afganistan itu. AP adalah kantor berita yang sangat perhatian sama karyawannya, apalagi yang berhubungan dengan security...ataupun yang dealing dengan security ataupun hal2 yang berbahaya untuk karyawannya. Jadi begitu aku kena ranjau di Afganistan itu, Begitu aku dibawa ke field hospital AS di Kandahar, yang pertama kutelpon adalah Asia head nya aku – desk nya. Cewek, orang Filiphina. 

Aku bilang Hai Ceylin aku kena ranjau, rusukku patah 4 biji kata dokter. Dan aku susah sekali buat bicara. Sementara Emilio fotografer kakinya harus diamputasi. Udah aku ngga mau ngomong apa2. Kalau kamu mau ngomong, nih sama dokternya. Aku kasih hp nya ke dokter. Terserah deh mereka ngomong apa. 

Rupanya syok bos ku pada waktu itu. Setelah tau aku kena ranjau, akhirnya bos ku memberitahu istriku. Akhirnya mereka berkomunikasi, setiap 5 menit, setiap 10 menit, 15 menit, 30 menit...mereka selalu berkomunikasi. Ok, andi sekarang di Kandahar. Ok, AP sekarang hire pesawat medi-vac – pesawat yang khusus untuk medical evacuation. Dia akan terbang dari Swiss besok. Ok pesawat itu akan landing jam sekian. Ok, sekarang Andi masih dalam penanganan. Ok, sekarang Andi disuntik heroin. Jadi step by step dia itu selalu inform. 

Lama2 bos ku kan itu seorang wanita dan seorang ibu, seorang istri. Cerita dengan istriku yang seorang ibu, seorang wanita, seorang istri. Akhirnya mereka berteman

LORI:
ok

ANDI:
Setelah semuanya selesai aku pulang ternyata ada request dari istriku ini terhadap seorang ibu yang lain itu

LORI:
Request terselubung..

ANDI:
Hey..kalau bisa, please donk, jangan dikirim lagi Andi. Karena anaknya masih kecil. Akan lebih baik kalau dia stay di kantor di Jakarta.
Aku berpikir apakah karena aku ngga mampu lagi. Ternyata bukan itu alasannya.

LORI:
Bukan grounded.

ANDI:
Bukan grounded. Ternyata yang meng-grounded adalah istri saya sendiri

LORI:
Tapi waktu kejadian itu, mungkin bang Andi bisa ceritain...Apakah ada prosedur yang ngga abang penuhi sampai bisa terjadi kejadian itu?

ANDI:
Oh, engga. Kantor kita ini sangat strict. Jadi kalau kita ada miss prosedur, jagan harap kita bisa melakukan peliputan. Jadi memang pada saat itu kalau aku bisa bilang kalau kita percaya nasib, ya nasib. Kenapa? 

Ok, jadi cerita panjangnya adalah bahwa aku tiba2 diundang untuk embeded dengan US troops di Afganistan. Nah kenapa diundang? Karena AS akan mulai mengoperasikan kendaraan tempur yang bernama striker. Striker itu sebuah kendaraan seperti panser. Tapi luar biasa canggih, yang terbaru. Jadi dia atasnya dan kiri-kanannya itu terbuat dari kevlar. Kevlar itu adalah sebuah bahan yang diyakini mampu menahan gempuran bahkan dari RPG atau pelontar granat sekalipun. Kita tertarik dan akhirnya setelah mencari siapa dan akhirnya ditawarkan kepada banyak orang, saya yang bilang “iya”. Maka berangkatlah saya. Kemudian saya di tempatkan di sebuah daerah yang bernama spinboldak. Itu di perbatasan antara Pakistan dan Afganistan. Disitu adalah tempat yang sangat2 panas. Karena disitu adalah kantong2nya Taliban.

Nah striker ini adalah sebuah kendaraan tempur yang sebetulnya diproyeksikan untuk Irak. Tapi karena ada keputusan dari Obama untuk menarik pasukan dari Irak, maka kendaraan yang sudah jadi ini dialihkan ke Afganistan. 

Nah aku ngga tau apakah ini sudah ada dalam pemikiran AS atau belum. Karena di Irak itu musuhnya adalah gerilyawan dengan peluncur roket, dengan senjata kaliber besar. Sementara di Afganistan musuhnya adalah ranjau. Afganistan is the biggest landmain in the world – ratusan bahkan jutaan ranjau itu tersebar rata di Afganistan. Jadi kalau striker tadi itu ditempatkan untuk di Irak, make sense. Karena mereka mendapat serangan, body ini ngga pa2. Tapi begitu di Afganistan, nginjak ranjau, hacur. Karena bawahnya bukan kevlar. Bawahnya baja biasa. Dan itu yang terjadi sama aku. Jadi waktu hari itu kita konvoy – ada 6 striker konvoy. Aku ada di striker nomor 3, yang berisi komandan dan aku.

LORI:
Udah bagian yang paling aman berarti ya?

ANDI:
Harusnya

LORI:
Harusnya

ANDI:
Karena tentara AS juga mau make sure bahwa kita wartawan yang embeded dengan mereka mendpat perlindungan yang cukup gitu ya. Kita konvoy dari satu daerah ke daerah lain untuk searching ada taliban atau engga. Dalam beberap kasus kita dapat serangan hebat, sering bertempur. 

Tapi pada hari itu, landai2 aja. Kita jalan aja ngga ada masalah apapun. Sampai tiba2 kurang lebih jam 12 lah. Saya sambil terkantuk2 di dalam striker, karena fasilitasnya luar biasa. Di dalam striker itu AC nya dingin sekali. Ada driver 1, gunners nya 2 berdiri di samping kiri kanan, komandannya 1 di tengah ngeliatin monitor kecil 1 per 1, aku, Emilio, dan 1 penerjemah duduk saling berhadapan gini. Itu compartement nya kecil banget. Sehingga kita duduk beradu siku pun ngga bisa. Kita harus duduk buka kaki kita. Jadi kakinya Emilio masuk di antara kakiku, kakiku masuk di antara kaki Emilio. 

Terkantuk2 gitu, tiba2..”booommm”, itu naik ke atas. “bang...!”. striker itu – kendaraan tempur itu – naik ke atas, kebanting lagi ke bawah. “Deng..!”. pintunya terbuka. Yang tadinya gelap jadi terang benderang. Karena kan terus sinar udara luar masuk kan. Dalam beberapa detik suara senyap, ngga ada apa2. Tiba2 aku dengar suara,”OMG, i’m gonna die..”. aku pikir apa nih. Begitu aku mencoba menggerakkan badan, aku pegang ada basah apa nih. Begitu aku liat...darah. aku pegang, aku angkat...kaki. sebuah potongan kaki. Kaki...ihh...sepatunya masih bagus, ya

LORI:
Hahahha...sempat banget, bang

ANDI:
Aku taruh kan kaki itu di sebelahku. Aku mulai bergerak, karena aku mulai mencium bau bensin – bau solar gitu, ya.  Mulai bergerak, mau bergerak, ternyata kakiku sakit banget. Jadi dek bawahnya itu pecah, jadi kaki kita semua terperosok semua. Aku berusaha bergerak, tapi sakit banget, aku paksa. Terus aku rolling, bergeser gitu. Aku jatuhkan diri, aku teriak kayak di film2 hollywood “Medic...!!!!”. begitu aku teriak “Medic..”, semua striker itu mulai nembak ke segala arah,”dordordordor.....!!!!!!!!!” ditembak seluruh daerah. Mereka memang harus seperti itu, to make sure bahwa kita ini ngga sedang di-embuse – ngga sedang disergap. 

Jadi begitu nembak dan ngga ada tembakan balasan, baru tim medic nya keluar dia nyamperin aku terus aku bilang jangan pedulikan aku masih ada yang lebih parah di bawah. Karena waktu aku liat itu, kaki temanku itu sudah ada yang ngga berbentuk kaki – sudah berubah jadi serpihan2 kecil itu. Terus aku juga tau ada yang kakinya amputated on the spot. Terpaksa dibuka karena lontaran itu, mereka potong kaki gunner yang berdiri di samping aku. Jadi kan gunnernya kan gini, belakangnya kan pintu, “Deng...”, kakinya kepotong “Tes...”, kakinya jatuh ke tempat aku. Logikanya seperti itu. 

Setelah kejadian itu ya kurang lebih 5 menit kemudian itu heli 3 datang. Mereka masukin ke heli. Kita dibawa ke field hospital. Itulah hebatnya orang luar, ya. Mereka terorganize dengan baik. Jadi untuk urutan heli pun itu sudah diatur sejak awal pemberangkatan. Jadi begitu turun, ok heli Number 2 touch down. Aku kan di nomor 2. Number 2 touch down. Begitu heli no 2 touch down, berangkat yang..apa sih namanya

LORI:
Ya...yang buat

ANDI:
Kursi untuk bawa pasien itu, itu berangkar nomor 2 yang jalan, da tau pasien yang dia bawa itu kenapa.
Jadi ternyata waktu dimasukin ke heli itu sudah ada komunikasi ok heli nomor 1 itu luka parah. Kaki sebelah kiri pake turniki, kaki sebelah kanan hancur. Dia harus diamputasi bla..bla...sudah ada penjelasan. Jadi berankar nomor 1 datang, temanku Emilio masuk, dokter sudah tau, dibawa ke ruang operasi, setengah jam selesai. Heli nomor 2, aku masuk, langsung dibawa ke tempat lain, aku di-rontgen karena aku mengeluh sesak napas. Jadi mereka sudah organize nya bagus banget. Jadi mereka tau apa yang akan mereka hadapi, apa yang akan mereka lakukan, dan apa yang akan mereka kerjakan itu sudah fix. 

Nah, dari ceritaku tadi aku berkesimpulan tidak ada prosedur yang aku salah. Semuanya berjalan apa adanya, dengan natural. Jadi aku tidak menyalahi prosedur apa pun, perlengkapan kita ok, fasilitas keamanan ok, GPS semua tersedia, Flar juga kita bawa. Semuanya full...hanya mungkin nasib belum berpihak pada kita. Karena, bayangkan...dari 6...kan kita ngikutin jalan yang sama. Kenapa yang nomor 3 kena, kena yang no.1 dan 2 yang aman?? Mungkin jaraknya Cuma sejengkal dari blasting spot nya itu. Mungkin dia beloknya terlalu ke kanan, kita kurang ke kanan, lalu nginjek. Itu kan Cuma karena nasib. Iya donk, logikanya kalau kita urutan nomor 3, kalau terjadinya sesuatu kalau kita jalannya konvoy – ngikutin – harusnya yang 1 kena donk. Kita yang ke 3.

LORI:
Sempat ngga sih kepikir sama abang waktu itu,”Ok, kayaknya hari ini aku mati...”?

ANDI:
Engga. Aku bukannya sombong, tapi itu adalah kejadian ke 5 yang membuat aku hampir...
gini aku orang yang percaya kepada feeling. Dan feeling ku ini so far aku percaya masih bagus. Biasanya sebelum liputan aku selalu berkomunikasi – bukan dengan siapa2 – aku berkomunikasi dengan hati kecilku. Hati yang paling kecil, yang paling kiri. Karena biasanya kalau kita bicara dengan hati, dia ngga pernah bohong. Jadi kuncinya 1, kalau aku ragu2, itu aku akan  mundur. Tapi kalau aku yakin, aku akan jalan. 

Pada saat kejadian itu, aku diam sejenak, aku lihat keadaan, aku mulai berpikir apa yang terjadi. Karena aku mikir, begitu mulai “Deerr..!”, itu kan kita semua blank. Tiba2 dari keadaan ngantuk, kita kena anjau, kita blank beberapa detik, tapi kita ngga tau apa yang terjadi. Kita harus mulai cari tau kita ini kenapa. Pada saat aku dalam keadaan diam dan mulai berpikir sedang apa, aku disini bilang “kamu selamat”, gitu lho. 

Ya udah, begitu aku yakin aku selamat, dan aku liat kaki temanku hancur dan aku pegang potongan kaki segala macam, disitulah aku justru merasa “i have to do something” gitu lho. Aku harus melakukan sesuatu, paling tidak aku bisa nolong diriku sendiri dan orang lain. Makanya aku paksakan diriku merangkak, aku rolling, aku jatuh, aku teriak “mediccc...”. jadi yah pada saat itu aku ngga merasa, dan belum merasa itu buat aku...

LORI:
Terus yang kejadian 1-4 nya apa, bang?

ANDI:
Dulu aku di Timor Timur itu aku pernah lolos dari tembakan. Aku dijadiin target. Aku punya kok pelurunya itu. Tapi aku berhasil menghindar. Sampai suatu saat aku ngga bisa lagi menghindar karena aku terpojok di suatu gardu listrik, dia nembak “tes...!”, aku reflek nunduk. Pelurunya bersarang kurang lebih 1 jengkal dari kepalaku. Itu sekali. Pelurunya ada tuh aku simpan untuk kenang2an di rumah. 

Di ambon juga gitu. Di ambon waktu itu di Ahuru pada waktu clash putih dan merah. Aku terjepit di antara pertempuran 2 belah pihak. Ada saat yang dimana harusnya aku (yang tertembak) tapi kena anak umur 15 tahun. Kena pelurunya disini, masuk dari depan, kepalanya pecah di belakang. Sebelahnya aku. Karena pada saat kejadian itu, aku kecapean dengan camera besar. Aku ngerokok kan. Ada anak kecil ini kan. Dia bilang “he...Bapa, boleh beta pinjam korek sebentar?”. Aku kasi korek “De, tolong jangan duduk disitu. Itu tempat terbuka. Kamu liat kan tembakan masuk dari depan dan belakang kamu. Tolong lah berlindung”. Jawabnya apa...”Ee...biasa, Bapa. Beta su biasa berperang”.”O, ya...ok, fine”. Cuma aku tarik anak itu sedikit. Di saat aku kasi korek, aku tarik anak itu sedikit agak merapat ke aku. Tiba2 “Tass...!”, suaranya kayak gitu. Aku sempat kaget kan. Sempat goyang ke kanan. Tiba2 anak itu jatuh “blepp..”, persis di pahaku. Aku liat kenapa nih. Disininya kecil, tapi belakangnya pecah. Ternyata tembakannya masuk dari depan. Itu jaraknya cuma aku duduk sebelahan sama dia. Itu kalau sedikit meleset... kalau yang terlatih, nembak kepala kena kepala. Yang ngga terlatih kan nembak kaki kena kepala. Dia jatuh, aku periksa nadinya ngga ada nyawanya, aku pegang lehernya dah ngga ada nyawanya. Ya udah ngga ada yang bisa kulakukan. Aku panggil “Hey...tolong ada yang tertembak disini”, temannya datang, aku syuting. Aku ngga bisa melakukan apa2, aku ngga bisa menolong dia juga. Jadi ya aku syuting. Ada beberapa lah. 

Di belakang punggungku, ya ngga gede, kecil lah. Kecil banget, tapi paling engga itu bisa jadi kenang2an. Jadi waktu di afganistan itu kan aku pakai jaket anti peluru. Jaket anti peluru itu dia bisa menahan tembakan itu sampai 6 kali yang level 4, dengan catatan dia harus jatuh pada sisi yang berbeda. Tembak 1,2,3,4,5,6...selama dia jatuh pada sisi yang berbeda, dia akan fine, ngga ada masalah. Tapi kan senjata itu ada yang di set manual – one pull trigger, 1 peluru keluar, ada yang semi otomatis – begitu ditarik, 4 peluru keluar, ada yang full automatic, begitu ditarik semua magazin habis. Nah pada saat itu dia set di semi otomatis. Tiba2 aku kena di belakang “bang...bang...bang...bang..!” di 1 titik. Pecah. Tapi untung yang tadi, baru nyawa ke berapa lah. Jadi pecahannya masuk ke badanku, tapi proyektilnya itu ketahan dengan pecahan itu. Bayangin kalu itu tembus. Ada anumerta di belakangnya

LORI:
Haahha...ok. bang, dari semua pengalaman daerah konflik yang pernah abang liput, seperti itu, bisa ngga diceritain. Kan ada momen dimana kita meliput sebagai jurnalis. Tapi kita kan bukan badan yang terpisah. Kita ini manusia yang punya rasa, punya nurani seperti orang2 pada umumnya. Mungkin bisa diceritakan dalam pengalaman abang, itu waktu liputan dimana?

ANDI:
Ada sebuah pengalaman yang mungkin saya tidak akan pernah lupa, ya. Karena pengalaman ini sangat membekas ya untuk saya sendiri. 

Itu waktu saya liputan di Timor Timur. Itu mungkin waktu saya berjumpa dengan teman2 lama saya, ada si mas Gino Hadi, ada mas Jaka dari ANTARA, mereka mungkin akan punya cerita untuk mengenang Timor.
Tapi ada 1 cerita yang paling menarik untuk saya adalah dan juga mengacak2 emosi saya lah pada waktu itu malam. Saya lupa tanggalnya. Saya gampang sekali lupa dengan orang dan tanggal. Itu tipical saya sekali. Anak2 itu sudah tau semuanya. 

Jadi pagi setelah pengumuman jajak pendapat bahwa Indonesia kalah, itu paginya saya sudah dapat bisikan bahwa Timor Timur akan dibumihanguskan. Kemudian waktu itu saya bersama dengan wartawan asing ada 9 orang. Bule2 itu, saya convince mereka untuk keluar dari rumah saya. Karena bisikan itu jusru dari tangan pertama yang langsung sampai ke saya. Jadi saya meyakinkan mereka untuk pindah ke hotel mahkota. Jadi mereka pindah, saya jaga rumah. 

Saya pada saat itu bersama barang yang kalau dinilai mungkin barangnya semua itu 3 milyar kali ya – berupa satelit, berupa semua peralatan dari London kita bawa. Kita ngontrak rumah itu lumayan besar, ada gedung utama dan paviliun. Paviliun ini persis menghadap pagar. Saya ambil posisi di paviliun supaya akses saya mudah tanpa mengganggu teman2 saya yang di dalam.

Nah pada saat pagi kalah pengumuman jajak pendapat, saya mendengar info bahwa Timor Timur akan dibumihanguskan itu. Mulai dari sore itu, jam 5-6 sudah mulai gelap, tidak ada 1 pun listrik yang nyala selain dari hotel mahkota. Sudah mulai terdengar tembakan, dentuman, suara dasyat, bang-bung-bang-bung, asap, warna merah di langit, rumah sudah mulai dibakar.

Saya diam aja di dalam kamar. Apa yang kan terjadi. Saya nga bisa melakukan apa2. Dengan kamera yang saya punya juga saya ngga akan bisa melakukan apa2. Masa saya pasang lampu untuk bisa mengambil gambar, itu kan sama juga konyol kan.

Saya diam, saya berpikir, tiba2 di depan rumah saya terdengar suara tembakan yang luar biasa. Daddadadadarr...bumbumbum...rumah sebelah sudah mulai terbakar. Saya lihat ada apa itu kok sudah ada pasukan dengan baju hitam2 gitu kan. 

Saya ngga tau saya pikir kalau saya bertahan saya konyol. Kenapa? Karena paviliun saya itu tembok segini, dari sini ke atas itu kaca. Jadi kalau kaca saya ketembak, saya bisa selesai di atas tempat tidur.
Saya diam. Saya ngga tau, saya punya ide, saya telpon mama saya. Saya bilang ma aku terjebak di sebuah rumah, kejadian ini, yang terjadi begini2. Gimana, ma, kalau pada akhirnya aku selesai di timor Timur, ya aku minta doa mama aja. 

Mamaku Cuma bilang, “An, apapun yang kamu lakukan apapun yang akan terjadi selama kamu lakukan di jalan Tuhan, mama akan dukung... Berdoa.”

Setelah itu doa sebentar. Setelah itu aku melihat topi dengan sebuah lambang pasukan elit yang aku dapat dari teman2 disana. Aku pake beserta baju yang sama dengan orang2 yang nembak2 dan membakar di luar sana itu. 

Aku pakai, buka pintu saya tendang “hey...***** kalian kurang ajar”. Suaraku sudah kayak orang marah. Aku juga ngga tau kok aku punya kemampuan melakukan itu dari mana. Jadi aku kayak benar2 marah, emosinya ngga bisa ditahan, aku bentak2 mereka, aku tunjuk2 mereka sambil tolak pinggang. Dan tiba2 aku lihat reaksi mereka yang bengong ngeliat aku. Padahal mereka dengan senjata yang m-16, dengan granat yang kalau anda nonton film Rambo itu granat yang dikalungkan itu berjejer. Mereka bengong liat aku dan hormat. Lalu mereka bilang,
 “maaf komandan, kami tidak tau komandan tinggal di tempat ini. Ok...ok...Komandan, kami keluar dari tempat ini”
“Kalian keluar dari tempat ini semua, atau kalian besok mati!”
“Baik, Komandan...kami keluar...”

Aku juga ngga tau. Mereka akhirnya pindah, keluar dari tempat itu. Aku masuk rumah, habis itu Aku duduk sambil lemes. Kemudian aku berpikir kalau mereka angkat senjata dan kemudian tidak terima saat aku tunjuk2 marah2, selesailah aku sudah dia tembak. 

Aku bingung luar biasa... kekuatan darimana yang bisa menggerakkan aku seperti itu. Akhirnya aku tertidur dengan suara dentuman masih dimana2. 

Tiba2 pagi2 aku bangun tidur, aku buka pintu, aku liat 2 anjingku sudah ada tergeletak mati, kemudian ada kaca jendela utama juga sudah pecah beberapa. Aku keluar rumah, tiba2...Aku punya pembantu di Timor Timur kita panggilnya Tia yang artinya “bibi”. Tiba2 tia datang menghampiri aku. Dia pegang tanganku dengan 2 tangannya,
”Bapa terimakasih, kalau tidak ada Bapa, kami semua sudah mati”.
Aku bingung “kami”???
Aku bilang.
”Kami? Maksud Tia?”.
“Yahh...bapa ikut saya”, dia pegang tanganku, dia tuntun aku ke belakang. 

Jadi rumahku itu sebelahnya itu khan ada gang ke dalam. Gang nya itu arah ke sebuah perkampungan pro kemerdekaan.Ternyata orang2 yang tadi malam itu menyasar ke perumahan itu. Mereka mau menghancurkan itu. Nah di belakang paviliunku itu ada lapangan badminton dengan aku ingat ada 1 pohon jambu, dikelilingi oleh tembok batako.

Jadi begitu Tia narik aku ke belakang, aku lihat di bawah pohon jambu itu ada kurang lebih 100 orang, perempuan tua, perempuan, dan anak2. Tidak ada 1 pun laki2. Itu mereka meringkuk kedinginan, tanpa selimut tanpa apa pun. 

Jadi rupanya sejak kejadian tadi malam tembak2an itu, orang2 itu membuat lubang di tembok batako yang ngga begitu keras, ya. Mereka masuk, mereka sembunyi disitu. Dan tembok batakonya ditutup pakai seng, Cuma disenderin gitu aja. Jadi satu malam dia ada disitu. Bayangkan tadi malam apabila ngga ada kekuatan yang menggerakkan aku ke situ, mereka semua sudah mati

Sama hal nya dengan waktu rumahnya Manuel Carazkalau diserang TNI pada waktu peluncuran launchingnya aitarak. Tidak ada satu pun yang bisa menghentikan itu. Dan puluhan orang mati di rumah mantan gubernur. Itu bisa terjadi di rumahku.

Itulah keajaiban dan kekuatan yang sampai sekarang aku masih bertanya2 Kok bisa ya aku melakukan seperti itu. Kok punya ya aku keberanian seperti itu. Itu mungkin salah satu peristiwa yang ngga mungkin bisa aku lupakan

LORI:
Kejadian macam itu sering ngga sih terjadi? Kan abang juga pernah punya pengalaman di aceh. Pernah ngga hal2 semacam itu juga terjadi pada abang?

ANDI:
Aku sebetulnya, mungkin teman2 wartawan yang lama itu tau, aku tuh sebetulnya hatiku sudah jadi batu. Karena aku tuh sudah hampir tidak punya perasaan lagi. Jadi misalnya aku kalau liat pertikaian dan kerusuhan antara Madura dan dayak di Sambas, bagaimana mereka dipotong kepalanya, aku punya gambar yang kalau kamu liat kamu akan sakit atau ngga mau makan daging selamanya lagi tapi aku ngga mau nunjukin

Aku melihat kekerasan itu terjadi, melihat pembunuhan itu terjadi, bagaimana rasa manusiawi di antara orang2 itu sudah hilang. Itu aku sudah ngga perduli. Aku sudah ngga punya perasaan sama sekali. Mereka dibunuh di depan aku, mereka disiksa, aku sudah ngga punya perasaan sama sekali. Karena aku percaya apa...apa yang anda dapat itu adalah akibat dari yang kita lakukan. Karena apa yang anda petik, itu yang anda tabur. Jadi aku sudah ngga punya perasaan sama sekali. 

Justru untuk hal2 yang menyentuh, itu aku bisa menangis. Pada saat di Aceh, aku justru ngga tergerak sama sekali pada saat liputan DOM. Dengan kekerasan di Aceh, aku ngga tergerak sama sekali.  Hampir dikatakan aku sudah tidak punya rasa kasihan sama sekali terhadap mereka yang melakukan kekerasan itu. Justru aku kan merasa sangat tersentuh pada saat aku meliput tsunami. Buat aku itu benar2 sebuah liputan yang menguras emosi bahkan aku ngga harus malu untuk mengakui bahwa di tsunami lah aku liputan sambil nangis aku pernah lakukan

LORI:
Apa peristiwanya pada saat itu?

ANDI:
Pagi terjadi tsunami itu tanggal 26, ya?

LORI:
26 desember..

ANDI:
Ya, aku jam 3 sorenya sudah ada di Medan. Dan aku ngga tau caranya ke Aceh. Karena yang pasti adalah airport Aceh ditutup. Jadi aku harus cari jalan masuk apapun yang mungkin. Jadi aku nyewa mobil – boleh dikatakan setengah membeli mobil – aku driving sendiri ke Aceh. 13 jam. 

Sampai akhirnya aku sudah kecapean nyetir, aku berhenti di suatu tempat, ternyata tempat itu adalah pertigaan sebelum masuk ke bandara. Pagi di saat aku bangun itu yang aku lihat adalah ribuan jenazah. Orang yang meninggal di kiri kanan mobil itu banyak sekali. Dan itu adalah gambar yang pertama. Dan langsung aku kirim karena aku bawa peralatan satelit kurang lebih 200 kg. Aku kirim, sehingga membuka mata dunia, ini lho yang terjadi. Sudah gitu aku coba terus cari berita. 

Sampai aku tiba di depan sebuah hotel yang bernama kuala tripa. Situasi sudah ngga terkendali di depan masjid Baiturahman. Yang ada Cuma ada damage. Sama mayat yang sudah tergantung dimana2lah. Dan satu saat aku melihat ada sesuatu yang menarik di depan hotel kuala tripa itu. Ada sepasang ibu dan anak. Mungkin ibu sekitar umur 25 tahun sedang mendekap anaknya yang berumur sekitar 3 tahun. Mereka sudah kaku menjadi mayat. Sementara dekapan itu terlihat erat sekali, sementara ibu itu berusaha mendekap dengan erat, padahal mereka sudah menjadi mayat – tertutupi dengan lumpur. Hal2 itu justru yang bisa membuat aku nangis. Itu yang terjadi. Karena kemudian aku berpikir tentang istri, tentang keluarga, tentang anak2...hal2 kayak gitu. 

Jadi orang bilang aku itu mukanya rambo, hatinya rinto

LORI:
Hahahha

ANDI:
Jadi kalau liat kekerasan itu aku ngga tergerak. Tapi jangan tunjukin ke Andi hal2 yang menyentuh, karena itu akan bikin dia nangis katanya.

LORI:
Sebenarnya itu yang buat aku penasaran, bang. Karena dalam persepsiku kalau ada hal yang mengancam nyawa kita atau itu terjadi, kita akan mengalami trauma. Kalau misalnya kita liat kayak pengalaman seperti Elsa Siregar. Pernah ngga mikir “Aku lanjut ngga sih disini?”

ANDI:
Engga. Karena aku percaya pada karma. Aku percaya kalau kita melakukan hal2 yang baik, maka kita juga akan memanen hal2 yang baik. Kalau kita menanam hal2 yang buruk, jangan berharap kita akan memanen hal2 yang baik. Aku tidak bilang bahwa mereka melakukan hal2 buruk...tidak. ini hanya sebuah keyakinan yang aku pegang. Bahwa semua akan ada akhirnya. Manusia pada akhirnya akan mati, perjalanan pada akhinya akan terhenti, semua yang ada di dunia ini pada akhirnya akan berakhir di suatu titik. 

Buat aku, berakhir di titik mana pun, dengan cara apa pun itu tidak membuat aku menjadi berbeda. Kalau pada hari kita harus mati, mau mati di atas tempat tidur, mau mati jatuh dari atas pesawat, mau mati ditembak jusuh, atau mati dengan cara apapun, judulnya tetap mati. Jadi buat aku kematian itu bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi kematian itu adalah sesuatu yang harus dijalani. 

Hanya saja kalau sudah mati ngga ada rasanya, ngga ada bedanya. Jalan menuju kematian ini yang kadang2 bikin orang takut. Nah bagaimana kita dealing dalam menghadapi kematian ini. Itu aja sebenarnya. Jadi kalau orang bilang “Hah...dia meninggal karena liputan disini”. Apakah itu berarti kalau akau liputan disana juga akan meninggal? Semua manusia hidup sudah ada yang atur. Semua orang hidup sudah ada jalannya. Buat aku biar jalan itu menjadi rahasia Tuhan. 

Kita jalani aja hal2 yang baik dengan suatu keyakinan, dengan suatu kepercayaan bahwa meskipun aku harus mati hari ini, detik ini, disini, dengan cara seperti itu, aku akan terima. As simple as that

LORI:
Bang andi mau jadi wartawan sampai kapan?

ANDI:
Ok kadang2 wartawan itu ada saat kita mengalami masa jenuh. Aku juga beberapa kali mengalami masa jenuh. Tapi kalau ditanya sampai kapan mau menjadi wartawan? Saya akan jawab,
 “sampai ngga mampu lagi menjadi wartawan”.
Karena untuk menjadi wartawan yang baik dan benar ngga Cuma sekedar kita syuting atau membuat story, tapi ada tanggung jawab moral. Jadi selama masih mampu, masih bisa, masih ada kesempatan, saya akan coba untuk mengabdi sebagai wartawan



Tuesday, August 5, 2014

AKU MAU HIDUP



AKU MAU HIDUP

20.  Coory Elyda dari Pengkajian Amerika
21.  Mahligai Putri Adika dari Penyuluhan dan Kom. Pem
22.  Lori Singer Elizabeth Siregar dari Perdamaian dan Resolusi Konflik
23.  Natalina Sangapta Periangin-angin dari Perdamaian dan Resolusi Konflik
24.  Siddiq Wahyu Hidayat dari Rekayasa Biomedis
25.  Alfitri Yuni Astuti Achmad dari Rekayasa Biomedis
....
Yapppp…..namaku terselip di deretan itu….dari 29 nama yang menerima beasiswa Pascasarjana di salah satu universitas negeri untuk kurikulum tahun 2009. Setelah hampir 6 tahun berlalu, mungkin itu adalah salah satu pengalaman yang paling ingin kuulangi dalam hidup ini…..sekolah lagi.
Pada kenyataannya, hingga hari ini aku belum pernah duduk sebagai mahasiswa S2, belum pernah mengikuti kuliah bidang Perdamaian dan Resolusi Konflik (selain kelas Perdamaian senilai 3SKS di S1), dan mengikuti perkembangan dunia hanya dari media massa seperti hal nya orang kebanyakan.
Mengapa akhirnya aku tidak mengambil beasiswa itu dan lebih memilih bekerja? Mengapa aku memilih untuk meninggalkan Jogja yang nyaman dan tinggal di Jakarta yang dari dulu kuhindari? Mengapa aku mau menjadi wartawan? Mengapa aku yakin untuk menjalani hidup yang bahkan tidak kuprediksi sebelumnya?

Well, umurku memang belum mencapai 50, untuk dengan pongah berkata,”aku sudah cukup banyak makan asam-garam…”, tapi aku mau berkata itu lah hidup. Aku meyakini untuk mengambil langkah itu, karena panggilan hidup yang bersuara di hatiku mengatakan aku harus kesana.
Terkadang hidup membawa kamu bergerak ke suatu arah yang tidak diketahui, tidak kau bayangkan, bahkan (terkadang) tidak kau ingini. Hidup membawamu melihat hal-hal yang indah, namun juga membuka matamu tentang hal-hal yang dianggap tabu. Hidup membawamu merasakan kebahagiaan, tetapi tidak bisa mencegah kamu merasakan sakit dan kesedihan.

Aku suka geli sendiri melihat beberapa teman yang Nampak iri dengan pekerjaan sebagai wartawan. Kata mereka profesi ini untuk “bekerja + jalan-jalan gratis”. Pernahkah mereka berpikir kehilangan waktu pribadi bersama teman dan keluarga? Ditolak narasumber? Harus tersenyum di depan kamera saat kegelisahan, kemarahan, dan kesedihan merasuk di hatimu? Merasa jiwamu di tempat A, saat tubuhmu berada di tempat B? 

Apakah pengorbanan itu sebanding dengan relasi-relasi yang kutemui, pelajaran dan pengetahuan yang kudapatkan di berbagai daerah dan negara, seni melobi orang yang kuperoleh, kenyataan dunia yang kuhadapi ternyata tidak seindah drama dan cerita-cerita novel? Sebagian orang akan mengatakan itu semua ngga sebanding. Tapi untukku yang menjalaninya…..itu sebanding….tidak akan pernah kusesali….

Aku menjalani pilihan itu, karena aku hidup…..ada impian-impian ilahi yang ditanamkan di dalam hati, bercampur dengan berbagai ambisi, harapan, dan keinginan…entah yang mana yang akan terwujud.

Sayangnya atau untungnya, kita adalah mahluk social yang hidup bergantungan dengan orang lain. Siapa pun di sekitar kita terkadang merasa bertanggung jawab untuk melihat kita berbahagia dalam versi mereka….dalam impian mereka….dalam pandangan mereka. Jika mereka bisa, atas nama cinta, mereka akan mencegah rasa sakit itu menyentuh kita. Namun haruskah demikian? 

Suatu hari, di suatu ruangan, bersama dengan seorang public figure. Wanita yang cantik, keluarga besar yang mapan, jadwalnya diatur sekretaris pribadi, memiliki 2 anak, sepanjang hidupnya bersekolah di sekolah swasta yang terkenal. Bukankah itu yang diinginkan hampir semua orang?? Hal yang mengejutkan saat dia mengatakan bahwa hari-hari yang dia jalani bagaikan hampa. Bukankah dia memperoleh semua yang terbaik? Lalu mengapa dia bisa merasa hampa? Apakah yang diberikan oleh keluarga besarnya bukanlah sesuatu yang dia ingini?

Aku berharap bisa hidup dalam mimpi, harapan, dan visi yang muncul dalam lubuk hati ini….bukan berdasarkan mimpi dan visi orang lain. Aku ingin suatu hari berkata,"Aku tidak pernah menyesali semua ini terjadi....dan aku bersyukur mengalaminya..."....Dan seandainya….mewujudkannya semudah menuliskan kata-kata ini….

360: 4th DAY - TAMBRAUW

Operasi semalam baru selesai pukul 2:00 pagi. Dan hari ini, operasi akan tetap dimulai setelah sarapan, apapun yang terjadi… (fiuhh…). Padahal sebagai wartawan yang hanya meliput kegiatan para dokter di kapal ini, aku pun mengalami ngantuk yang luar biasa. Semoga mereka bisa tetap berkosentrasi dengan benda-benda tajam di tangan mereka itu.

Hari ini aku ngga focus hanya di kapal. Aku berkeliling Sausapor – ibukota sementara Tambrauw – untuk meraba kondisi wilayah ini. Tau ngga sih…kalau penyu terbesar di dunia yang disebut dengan Penyu Belimbing, lokasi bertelurnya ya di Tambrauw ini…tepatnya di sekitar Pantai Jamursba Medi. Sayangnya, kawanan penyu itu bertelur di malam hari dan sensitive terhadap cahaya. Berhubung alat-alat liputan yang kubawa juga ngga mumpuni, akhirnya mengikhlaskan diri untuk ngga bertemu penyu-penyu itu :”(


ini dia...pasien di puskesmas rawat inap...seadainya memang..
Ok…back to the point… Setelah berkeliling, aku mengunjungi pasien-pasien yang kemarin sempat dioperasi oleh Dr.Lie dan tim. Mereka hari ini telah ditaruh di Puskesmas Rawat Inap (pertama kalinya aku mendengar nama ini…=o…)

Suatu kali aku pernah bertanya,
“Dok…kok dari catatan operasi yang dilakukan di RSA, kebanyakan operasi Hernia? Emangnya operasi yang lain ngga bisa, Dok?”

Dr.Lie menjawab,
“Karena keterbatasan alat, mungkin ada beberapa operasi yang ngga bisa dilakukan di kapal. Tapi sejauh ini kenapa kebanyakan Hernia, karena itu adalah salah satu penyakit yang bisa dipelihara lama”

“Maksudnya? Penyakit lain…?”

“Penderitanya sudah keburu meninggal…”

di puskesmas yg cukup kecil ini menampung kebutuhan pasien yg seharusnya berobat ke rumah sakit
Kenyataan itu sungguh menyedihkanku. Jika kita berkeliling dari Sabang – Merauke, maka kita akan menemukan bahwa nenek moyang kita, dimana pun, memiliki tradisi untuk beranak banyak. Mereka yang tinggal di kota dan menyentuh pendidikan serta arus modernisasi, akhirnya memilih beranak 2-3, bahkan ada yang memilih untuk adopsi anak. Namun entah mengapa, jumlah penduduk kita di Indonesia Timur sedikit sekali jika dibandingkan luas wilayahnya. Apakah karena sebagian penduduknya bermigrasi ke Jawa? Tentu saja tidak….

Haruskah kita mendengar bahwa seorang wanita melahirkan hingga 6 kali, namun yang bertahan hidup hanya 2-3 anak? Tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia Timur masih menjadi PR bagi BKKBN hingga hari ini. Betapa banyaknya penderitaan yang harus dihadapi karena tidak tersedianya tenaga medis yang mumpuni di daerah-daerah, terutama di pulau-pulau kecil.

Untuk mengatasi kesenjangan itu, warga biasanya berupaya mencapai kota, hanya untuk memperoleh info bahwa biaya operasi sangatlah mahal. Lalu mereka mengumpulkan rupiah demi rupiah dari sanak saudara lainnya. Yang tidak punya uang, akan mencari ramuan herbal sebagai obat alternative.

Berikut ini adalah wawancara saya dengan seorang ibu yang telah menderita Hernia bertahun-tahun…

ibu dan anak sama-sama dioperasi hernia
LORI
mama asal mana?

PASIEN
kampung werur.

LORI
di kampung werur biasanya pengobatan tradisional, apa ke puskesmas, kalau ada sakit?

PASIEN
kalau sakit ya ke posko. kalau lambat, sudah mama bawa ramuan. 

LORI
kalau di posko tenaga medisnya ada dokter atau suster?

PASIEN
suster.

LORI
suster aja. Berapa jumlahnya?

PASIEN
satu.

LORI
satu, untuk semua?

PASIEN
iya, sampai bikin rujukan untuk ke puskesmas.

LORI
kalau biasanya sakit yang dibawa ke puskesmas itu sakit-sakit seperti apa?

PASIEN
untuk malaria, yang datang periksa darah begitu. 
setelah lebih dari 10 tahun menahan sakit, akhirnya ibu ini dioperasi hernianya

LORI
nah kemudian kalau mama sakit mulai ngerasa ada pembesaran di perutnya sampai ke kulit bagian bawah itu, awalnya mama sudah tau belum itu namanya hernia?

PASIEN
belum, belum tahu. Nanti periksa di suster baru suster bilang itu hernia. Ada usus turun katanya.

LORI
sebelumnya dari keluarga mama ada yang kena hernia?

PASIEN
tidak, tidak ada.

LORI
Sehari-hari kerjanya mama apa?

PASIEN
mama bikin kebun, ambil pisang,kelapa, bawa turun kapal ke sorong.

LORI
mama bawa kaya barang dari kebun begitu, satu-satu kah, atau pake gerobakkah? Atau gimana?

PASIEN
dikarung dipikul.

LORI
dipikul disini? Dipundaknya? Terus udah kaya gitu disaat tau itu hernia mama tau itu sejak kapan? Baru-baru ini apa sudah lama?

PASIEN
tahun 2000.
di daerah timur, sejumlah bayi bahkan telah menderita hernia sejak beberapa hari lahir

LORI
tahun 2000? Berarti sudah lama?

PASIEN
iya, anak kedua itu. 

LORI
terus itu ga dioperasi mama? Ke sorong apa ke manukwari?

PASIEN
Tahun 2003 suruh periksa di dokter, dokter suruh operasi. Tapi karena keluarga jauh, minta iji dulu pulang lapor dulu. Lapor dulu cari uang baru balik, sampe sekarang tidak.

LORI
memang menurut keterangan dokter disana operasi hernia butuh uang berapa?

PASIEN
10juta. 

(si Mama ini punya anak balita bernama Yulita. Anaknya juga menderita hernia. Mereka dioperasi di hari yang sama oleh tim DoctorShare)

LORI
kaya gitu mama diamkan selama 14tahun, waktu mama tau si ade (Yulita)nada benjolan seperti itu, mama tau ga ade juga kena hernia? 

PASIEN
tidak, tiga hari sejak lahir. Karena menangis tiga hari, langsung benjolan. 
hernia sangat mungkin dipicu oleh pekerjaan berat sehari-hari di ladang

LORI
ade ini anak ke?

PASIEN
anak ke 4. 

LORI
berarti anak yang sebelumnya ga ada?

PASIEN
ga ada

LORI
terus udah kaya gitu dengar informasi ada dokter yang mau datang (doctorshare)  itu dari kepala desa?

PASIEN
itu mama di manukwari, ditelpon ada kapal yang masuk mau operasi. Ditanya mau tidak, saya bilang daftar sudah. Kalau masuk pas kapal kemari, sudah masuk operasi.

LORI
mama yakin mau operasi mama langsung puasa gitu? 

PASIEN
dia bilang hari apa operasi, papa bilang hari senin. Langsung hari minggu itu keluar dari sana langsung jam 8 sudah tak makan mama langsung istirahat.

mewawancarai ibu yg anaknya dioperasi usus buntu
LORI
mama takut ga karena sebelumnya kan mama belum pernah operasi.

PASIEN
mama tidak takut.  mama pasrah. 

LORI
terus waktu sampai di meja operasi juga ga ada rasa khawatir?

PASIEN
tidak, karena sebelumnya mama sudah berdoa. Puji-pujian selesai baru berdoa.

LORI
dalam doanya mama mama bilang apa sama Tuhan?

PASIEN
berikan kekuatan, kemampuan. 

LORI
setelah dioperasi rasanya bagaimana? Lebih ringankah? Atau bagaimana?

PASIEN
dikamar sebelah, mama kaget bangun. Sudah sadar begitu mama menyanyi,liat puji-pujian setelah itu mama selodoran diam,mama mau berdoa. Minta terima kasih karena sudah sadar. 

senyum seorang bocah di Tambrauw...pernahkah kita mengingatnya sebagai senyuman saudara kita?
LORI
ada rasa di bagian yang kemaren bengkak itu? Masih mati rasakah? Atau sekarang rasanya lebih ringan apa bagaimana?

PASIEN
rasa ada macam luka, ada rasa sakit sedikit. 

LORI
tapi sekarang rasanya sudah enak?

PASIEN
sudah ringan. 

LORI
terus udah kaya gitu yulita juga sudah operasi, sudah baik bagaimana perasaan mama dengan hal ini apalagi isitlahnya ga perlu sampai jauh-jauh ke sorong. Ga perlu mengumpulkan duit 20juta.. 

PASIEN
hati mama itu terbuka lurus untuk Tuhan, puji syukur karena Tuhan itu luar biasa. Sampai bisa kasih dokter orang dari jauh itu datang. Itu berarti itu utusan Tuhan. 

LORI
kalau seandainya, saya ga tau besok dokter Lie ada kesini kunjungan pasCa operasi apa engga, tapi kalau misalnya sempat ketemu dokter Lie lagi ada pesan yang mau disampaikan?

PASIEN
mengucapkan terima kasih yang luar biasa, semoga Tuhan memberkati dokter supaya dokter menjadi saluran berkat bagi banyak orang.
saya akan merindukan pemandangan ini....menyaksikan sunset di atas kapal

(saat saya mendengar pernyataan ibu ini, saya jadi mengerti apa yang dirasakan oleh Dr.lie saat ia berkata,”Jika orang melihat apa yang saya lakukan ini, memang saya merugi. Tapi jika saya melihat air mata keluarga yang bahagia karena 1 nyawa diselamatkan, semuanya terbayar…”)