Monday, August 4, 2014

360: 2nd DAY - TAMBRAUW

semangat belajar seorang siswa di pegunungan Papua...kau akan menghargai sesuatu saat butuh perjuangan mendapatkannya

Sebenarnya ada cerita menarik mengenai Dr. Lie. Tapi aku pengen ceritain dulu tentang lokasi tujuan kami: Tambrauw.

Rencananya begini, kami (aku dan 2 cameraman) akan menempuh rute Jakarta – Makassar – Sorong (jalur udara). Kemudian melanjutkan rute Sorong – Tambrauw selama 8-10 jam (jalur laut). Bisa dikatakan, lebih cepat sampai Rajaampat (2-3 jam) ketimbang sampai ke Tambrauw.

Kalau kamu search di google, kamu akan sadar ngga banyak info mengenai Tambrauw….bahkan di Wikipedia. Memang ini adalah kabupaten baru – hasil pemekaran. Berdiri tahun 2008, dan baru punya bupati tahun 2012. Jadi, memang terlalu banyak infrastruktur yang ngga ada disana. Jangan tanyakan apakah disana ada rumah sakit, mini market, atau pom bensin. Jalanan dan jembatan pun baru dibangun dalam 2 tahun terakhir…..dan itu tidak mudah untuk kabupaten dengan luas sekitar 5000 km2.

mungkin inilah kantor terbesar di Tambrauw untuk saat ini...
Dengan melihat minimnya fasilitas yang tersedia disana, ngga bisa terbayang bagaimana anak-anak di daerah seperti ini berusaha sekolah, bagaimana masyarakat beroleh pasokan makanan selain hasil ladang, apalagi – bagaimana jika mereka sakit dan membutuhkan pelayanan berobat ke rumah sakit…. 

Mungkin seperti anak yang diceritakan Dr. Lie – mereka akan menempuh jalur darat maupun laut berhari-hari untuk mencapai fasilitas kesehatan…..yang seharusnya disediakan pemerintah untuk rakyatnya.

Aku berkesempatan bertemu dengan bupati daerah ini – Gabriel Asem. Pendidikan telah membuka pikirannya untuk merancang banyak hal bagi Tambrauw. Namun yang membuatku miris adalah, Gabriel harus mengeluarkan ratusan juta rupiah dari kas daerah dan dana otonomi khusus untuk membangun tower telekomunikasi di daerahnya yang terisolir itu. Kemana Telkom dan Telkomsel yang seharusnya menjadi swasta yang berpatner dengan pemerintah? Lalu bagaimana dengan PLN? Kenapa mereka masih sibuk mengurusi galian kabel di berbagai daerah di pulau Jawa yang ngga kunjung beres?

inilah ibukota sementara Tambrauw...masih sangat sederhana...
Dalam waktu 2 tahun, Gabriel mendirikan 6 tower telekomunikasi, belasan jembatan, dan membuka jalan ke semua kecamatan. Milyaran rupiah digelontorkan setiap tahunnya untuk memotong bukit-bukit dan membuka jalan raya. Mimpinya, Tambrauw bisa maju tanpa harus mengeksploitasi sumber daya tambang yang ada di perut bumi…sehingga ia mencanangkan kabupatennya sebagai kabupaten konservasi.

Daerah-daerah seperti Tambrauw (dan kita masih memiliki banyak di Kalimantan, Nusa Tenggara, dan beberapa bagian Sumatra) membutuhkan dukungan kita. Ngga selalu pemerintah…. Swasta, professional (sangat) dapat berpartisipasi di dalamnya. Ngga hanya uang….tenaga, ide, pendidikan, kreatifitas dibutuhkan untuk memecahkan kebuntuan yang ada…

Dr. Lie hanyalah 1 dari beberapa orang yang mencoba untuk menembus keterbatasan itu. Bahkan jauh sebelum RSA ada, Dr. Lie dan sejumlah dokter yang tergabung dalam organisasi nirlaba DoctorShare mengadakan penyuluhan kesehatan dan pengobatan gratis di berbagai daerah yang cukup sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan. 

Gabriel Asem bertemu dengan warga
Orang-orang seperti mereka selalu berhasil menyentuh dan menerbitkan rasa haru di hati saya… Berikut ini sepenggal wawancara (againnnnn…) dengan Dr. Lie mengenai upayanya untuk membawa pelayanan medis sampai ke Indonesia Timur…

LORI
jika melihat bahwa misi anda adalah misi kemanusiaan, apakah memang dari awal anda tidak berfikir bahwa memang awalnya menjadi dokter itu adalah pekerjaan yang orang pikirkan pada umumnya -- bahwa kita bekerja  untuk menghasilkan uang, untuk belanja , untuk  menyekolahkan  anak? Apakah sebenarnya dari awal juga anda berpikir menjadi dokter itu misi kemanusiaan?

DR. LIE
jadi seorang dokter adalah sebuah yang mulia, profesi dokter itu inheren dengan kegiatan kita untuk menolong sesama manusia. Kalau kita tujuannya kita adalah untuk menolong sesama manusia, bahwa kita butuhkan uang, itu betul. Tapi jangan jadikan itu sebagai tujuan utama.

LORI
inspirasi anda dulu untuk menjadi seorang dokter itu apa? Kalau keluarga anda sendiri, ternyata ayah anda bukan seorang dokter. 

DR. LIE
adik saya meninggal dalam usia yang sangat muda. Adik saya itu satu tahun lebih muda dari saya. Dan ketika berusia setahun lebih meninggal karena diare dan tidak ada pertolongan saat itu. Dan mulai kecil saya sudah mulai merasakan, kalau saja ada dokter yang bisa membantu barangkali adik saya tidak meninggal. Dan itu menjadi pemicu bagi saya untuk menjadi dokter di kemudian hari. 

LORI
apa pendapat dokter lie mengenai tenaga medis atau dokter-dokter yang ada di indo?

DR. LIE
konsultasi keluhan, analisa penyakit, ambil deh obatnya....
 kita sangat kekurangan tenaga medis. Dengan jumlah dokter yang saya dengar kira-kira 80ribu untuk 250juta penduduk ini, tentu jumlah yang kurang, juga sebaran tidak merata. Juga di pulau jawa jauh lebih banyak dokter yang berkarya dibandingkan daerah di mana kita saat ini berada. Di kabupaten tambarauw ini…. mana ada. 

LORI
adanya tenaga medis 

DR. LIE
kalau kita dengar “paman” -- mereka katakan paman-paman disini -- itu singkatan dari pak mantri. Mereka sangat menghargai pak mantri-pak mantri tersebut. Karena tenaga mereka sangat dibutuhkan. Saya kenal di misool itu seorang paman yang sudah 70an usianya,tapi bantuannya sangat di dambakan penduduk daerah, penduduk setempat. 

LORI
kalau menurut anda untuk wilayah seluas tambrauw ini sebenarnya membutuhkan berapa tenaga medis, atau paling engga berapa dokter?

DR. LIE
saya engga atau berapa persisnya jumlah penduduk disini atau berapa luas daerahnya, kalau kita lihat disini bukan hanya jumlah penduduknya. Kalau kita pakai jumlah penduduknya sebagai acuan barangkali kita bisa membikin keputusan yang salah.
 Kita lihat medan yang begitu sulit kita melihat bagaimana penduduk ini tinggalnya terpencar. Ada yang di daerah pesisir, ada yang di pegunungan gimana kita menjangkaunya. Jadi infrastruktur yang masih jauh dari baik ini, antara lain harus masuk dalam hitungan pada saat kita menempatkan tenaga medis di suuatu daerah.
indonesia adalah suatu negara besar, indonesia adalah suatu negara dengan penduduknya yang banyak, jadi kalau kita pakai satu indikator dari jumlah penduduk saja saya rasa masih kurang. Kita harus mempertimbangkan luas daerah, situasi transportasi dan lain-lain. 

disini, warga belum mengenal antri buat ambil obat...:D
LORI
anda membawa dokter-dokter muda kesini, bagaimana anda membagi inspirasi itu kepada mereka?

DR. LIE
salah satu sebab kenapa dokter share didirikan adalah untuk memberikan semacam kesempatan kepada kolega-kolega muda ini untuk bergabung di dalam sebuah wadah, dimana kita sepakat bahwa sebagai seorang dokter tugas kita adalah melayani pasien. Bahwa kita membutuhkan uang, itu betul. Tapi tujuan utama bukanlah mencari uang. Melayani pasien. Uang kita butuhkan tapi kita peroleh dengan cara yang jujur dan lebih elegan.

LORI
dokter ini anda memiliki satu kapal untuk operasi seluruh indonesia meskipun saat ini lebih banyak berlayar di indonesia timur, apa visi anda kedepan untuk rs apung ini?

DR. LIE
pertama-pertama lori, anda mengatakan saya memiliki sebuah kapal -- bukan saya memiliki sebuah kapal, kita memiliki sebuah rumah sakit apung. Kapal ini didedikasikan untuk indonesia. Saya nggak pernah merasakan kapal ini milik saya pribadi
Kedua, kalau kita berpendapat bahwa rumah sakit apung adalah satu solusi menjembatani atau untuk mengejar ketinggalan kita di bidang medis, jelas jumlah yang satu ini masih jauh dari kurang. Kami mendapat hadian sebuah kapal, kapal ini sedang di rombak untuk menjadi rumah sakit apung yang kedua.

LORI
jadi kita akan punya dua?

DR. LIE
kita akan punya dua.
pernahkah menemukan pemeriksaan dalam kondisi seperti ini di puskesmas daerah anda?

LORI
dan semuanya ini akan menjembatani pulau-pulau terpencil di indonesia?

DR. LIE
kita akan berusaha untuk memberikan bantuan, bantuan medis yang mereka dambakan terutama bagi saudara-saudara kita yang tinggal di tempat terpencil.

No comments:

Post a Comment