Tuesday, October 2, 2012

Bahrain: Membaca Situasi Manama


Kali ini adalah kisah liputanku bersama teman-teman saat Krisis Timur Tengah terjadi. \Demonstrasi melanda sejumlah negara, termasuk Bahrain. dan kesanalah kami ditugaskan....

Setelah sempat transit di Dubai, akhirnya aku, Timmy, dan Yudi bisa pergi ke Manama, Bahrain--karena akhirnya visa kami keluar. Masalahnya adalah, terjadi kesalahan prosedural sehingga visa Timmy tersedia di Manama dan bukan di Dubai. (hebat, y…visa Timmy bisa terbang duluan (o__O)…..)

Kami pun bingung. Jadi skenario yang ingin dilakukan adalah, kami ke bandara dengan hanya membawa 2 visa -- punyaku dan Yudi, lalu menjelaskan pada maskapai penerbangan kami, Gulf Air, bahwa visa Timmy akan diantarkan seseorang ke bandara di Manama... Haloooooo...siapa yang akan percaya???!!! Perlu diketahui bahwa peraturan di negara-negara Timur Tengah ketat sekali--totally different, if you compare it with our own country. Pelarangan peliputan jenis apa pun di Dubai adalah hanya 1 dari sekian contoh ketatnya peraturan disini.

Dan itulah yang dilakukan si petugas Gulf Air (yuppsss…kami pake Gulf Air ke Manama). Dia ngga ngijinin Timmy terbang sebelum ada konfirmasi dari Gulf Air di Manama. Jadilah aku dan Yudi terbang duluan ke Manama, sedangkan Timmy terbang melalui jadwal penerbangan berikutnya. Aku sebenarnya agak cemas dengan situasi itu, karena kami berangkat dengan banyak sekali peralatan peliputan. Dan sebenarnya, aku berharap Timmy yang bisa menjelaskan keberadaan barang-barang tersebut apabila ada petugas bandara yang mempermasalahkannya.
peta Bahrain

Setiba di Manama int'l airport, yang aku takutkan terjadi. Petugas bea cukai mempertanyakan barang-barang yang kami bawa. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan--dan aku malas menjabarkannya--tetapi yang jelas berujung pada penahanan beberapa barang -- kevlar dan helm anti peluru, serta peralatan untuk live lainnya -- di bea cukai. Untungnya laptop masih bisa diselamatkan untuk membantu live via skype.

Tidak mau pusing dengan hal itu, aku dan Yudi bertemu dengan fixer kami yang bernama Suheir. Di luar dugaan, Suheir adalah perempuan (aku kira dia laki-laki). Dia meminta maaf karena kesalahan prosedural yang menyebabkan Timmy tertunda keberangkatannya. Lebih daripada itu, ia menerangkan jadwal wawancara untuk kami dengan beberapa orang tokoh di Bahrain dan menerangkan latar belakang masalah yang berlangsung di Bahrain saat ini.

Terus terang saja, penjelasan Suheir tentang situasi saat ini kurang memuaskan, karena cukup jauh berbeda dengan berita yang kami terima dari CNN, BBC, maupun yang kami dapatkan via portal dan update twitter penduduk local. Aku rasa karena Suheir memang orang yang pro-pemerintah. Jadi daripada mendengarkan ceramahnya yang menjadi sudut pandangnya sendiri tentang negaranya, aku lebih prefer memberi penilaian pribadi tentang dirinya (wanita cenderung begitu;) )

Suheir menurutku adalah salah satu typical wanita karier di negeri per-arab-an ini. Ia berbusana kasual dengann blazer dan celana panjang layaknya pekerja kantoran. Usianya kuperkirakan sudah mencapai 30-an tahun, dan dia belum menikah. Aku rasa itu adalah ‘harga yang dibayar’seorang wanita arab yang memilih berkarier, karena meskipun wanita arab pun rata-rata menempuh pendidikan tinggi, tetapi tidak banyak yang mengambil keputusan untuk bekerja secara mandiri hingga setelah menikah (nampaknya cara yang ditempuh masih cukup konservatif – menjadi ibu rumah tangga dan, sebisa mungkin, menikah dengan pria kaya). Nah, yang jelas, Suheir bukanlah tipe wanita seperti itu. Menurut penilaian awalku, ia pintar, tegas, cekatan, supel. Sayangnya, frame yang dia tentukan untuk kami pakai melihat situasi Bahrain sedikit menggangguku.
tank-tank ditempatkan di tepi jalan raya
I know what all of you looking for ‘cause I was working in media…”, katanya seakan membaca pikiran kami tentang keinginan untuk melihat kerusuhan yang terjadi di Bahrain. Okay…berarti dia tau tujuan kami sebenarnya, maka ini akan menjadi sedikit sulit. Kuharap Timmy nanti bisa mengurusnya, karena dia adalah leader tim kami.

Sekarang, kembali pada Timmy yang sempet tertinggal di bandara Dubai…Sekitar 2 jam berikutnya Timmy tiba di Manama. Dia bilang walky-talky kami pun ditahan bea cukai. Urghh…okay, lah.. lagi-lagi, tidak mau dipusingkan dengan hal itu. Kami pun memilih untuk keliling kota melihat situasi – untuk kemungkinan perencanaan liputan -- sambil mensetting blackberry kami dengan nomor setempat. Untungnya aku sudah membeli 3 nomor dengan setting blackberry sebelum keluar dari bandara. So...tinggal pasang..:)

Berkeliling Manama memang membuat hati bergidik. Polisi dan tentara ada dimana-mana. Bahkan di beberapa sudut jalan, terdapat tank-tank besar dengan tentara yang stand by berjaga di atasnya – bersenjata, dengan posisi siap menembak. Aku bahkan tidak berani untuk sekedar mengeluarkan ipod untuk mengambil foto-foto suasana dari jendela mobil kami…Gilaaa…seumur-umur, aku baru kali ini melihat kesigapan seperti itu. Apakah harus sampai seperti itu untuk menghadapi demonstran yang adalah warga sipil???
protes di Pearl Square pada Feb 2011




Namun setelah kurenungkan, memang itu masuk akal. Hal apakah yang mungkin kau lakukan untuk mempertahankan negaramu yang luasnya hanya sekitar 765 km2??? …yang hanya seluas DKI Jakarta ??? Well, yahh…sikap lebay itu masuk akal.
Pearl Square rubuh pada Maret 2011

Supir kami tidak bisa mengantar kami berkeliling hingga larut malam. Kondisi kota yang dinilai tidak kondusif menyebabkan diberlakukannya jam malam, yaitu jam 8 p.m. hari ini pun kami belum bisa mendekati lokasi Pearl Square – yang menjadi pusat berkumpulnya demonstran sebelumnya – yang telah rubuh. Lokasi Pearl Square sekarang dijaga ketat aparat. Sebenarnya kami ingin sekali pergi ke beberapa tempat yang menjadi kampong warga Syiah, namun untuk sementara waktu, jalan kesana dari Manama kini tidak boleh dilewati turis. Hanya warga local yang boleh kesana, itu pun dengan pemeriksaan KTP, isi mobil, dan pemeriksaan badan. Huff… aku rasa liputan kami akan sangat sulit…

sumber foto: google

No comments:

Post a Comment