Tuesday, August 25, 2015

KEHJE SEWEN: hari 2


gambar ini seperti teriak,"Woiiiyy....kamu yg disanaa.....!" XD
Kehje sewen, itulah nama yang diberikan untuk hutan tempat lepas liar orangutan di Kalimantan Timur. Diambil dari bahasa dayak, yang artinya sendiri adalah "orangutan"

Menentukan habitat bagi orangutan, ternyata ngga bisa sembarangan. Apalagi dengan porsi hutan hujan tropis yang semakin minim, dengan adanya areal tambang dan meluasnya kebun sawit. Paling engga, hutan habitat orangutan itu harus jauh dari pemukiman penduduk. Ketinggiannya pun tertentu -- sekitar 700 mdpl (meter di atas permukaan laut). Soalnya, tanaman-tanaman yang tumbuh di ketinggian itulah, yang jadi makanan orangutan.

Itu sebabnya, BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) membutuhkan waktu paling engga 3 tahun, untuk menemukan lokasi yang cocok bagi orangutan. Luasnya sekitar 86.000 hektar -- yaa....di Gunung Belah itu. Disinilah, sekitar 200an ekor orangutan yang diasuh tim BOSF akan menggantungkan masa depannya.

Sayangnya, ada fakta yang menyayat hati. Upaya BOSF untuk melestarikan orangutan itu ngga gratis. Bisa dibilang, nyaris ngga bisa dilihat niat baik pemerintah di dalamnya. (Itu menurutku....kamu boleh ngga setuju). 

Bagaimana mungkin, hewan langka seperti orangutan, yang seharusnya dilindungi pemerintah, justru harus dilindungi oleh NGO....dan NGO itu harus membayar sebesar US$1,4 juta untuk hak pakai lahan hutan!! Itu setara dengan Rp 14 miliar (dalam kurs US$ 1 = Rp 10.000). Itu pun dihitung sebagai lisensi pengelolaan hutan saja (HPH) yang hanya berlaku selama 60 tahun. Setelah itu? Apapun bisa terjadi..... Termasuk mungkin menyerahkannya ke pihak swasta, yang ingin mengelolanya bagi keperluan industri. 

coba liat mereka...imut gini (^o^)....
Fakta ini, terus terang aja, membuat kepalaku serasa mendidih. Bagaimana mungkin, pemerintah seakan-akan bertindak sebagai majikan yang menyuruh baby-sitternya  (BOSF) untuk membayar upeti ke majikan (pemerintah), dan bukannya menggaji baby-sitter yang telah mengasuh anak-anaknya (orangutan). Itu pun, menurut salah seorang di BOSF, sebenarnya ngga cukup. Kalau menurut hitungan mereka, sebenarnya butuh tambahan 30.000 hektar lagi untuk dijadikan lahan hutan restorasi. Tapi, mau pakai duit dari mana? Duit US$1.4 juta yang sebelumnya aja dari donatur di Eropa dan Australia. Fiuhhh.....Mungkin inilah efek jika Menteri Kehutanannya bukan orang yang memang punya kepedulian pada hutan dan lingkungan !!

Tugas BOSF sebagai NGO yang concern sama orangutan ngga berhenti disitu. Soalnya, ngga semua orangutan yang mereka rawat layak untuk dilepasliarkan. Ada sejumlah orangutan yang telah tertular penyakit manusia, seperti TBC dan hepatitis. Jika sudah begitu, mereka bagai dapat vonis 'penjara' seumur hidup -- ngga akan kembali ke hutan. BOSF pun harus merawat mereka seumur hidup.

Setidaknya, dengan adanya Kehje Sewen, sejumlah orangutan bisa merasakan rumah mereka yang sesungguhnya. Pepohonan yang rindang. Dahan kayu yang elastis. Siluet cahaya matahari di balik dedaunan. Dan tanah hutan yang agak basah. Mereka ngga akan disakiti atau dilempari batu oleh sekelompok manusia di kebun sawit, yang menganggap mereka sebagai hama.

Setidaknya itulah yang kupelajari hari ini, di hari istirahatku, setelah melewati perjalanan darat 20 jam. Rombongan kami baru tiba di penginapan pukul 05.00 subuh tadi. Siang tadi, kami menyempatkan diri untuk membeli kaos kaki tambahan, jas hujan, dan sepatu karet yang wujudnya kayak sepatu bola murahan. Entah untuk apa sebenarnya sepatu bola karet ini. Ngga sabar rasanya untuk perjalanan besok pagi. Hoaaammm.......


SUMBER FOTO: google.com

No comments:

Post a Comment