Tuesday, August 25, 2015

KEHJE SEWEN: hari 3

Dan perjalanan pun kami lanjutkan...

Kami meninggalkan penginapan kami yang letaknya hampir merapat ke hutan itu. Cuaca pagi ini cerah. Nampaknya ini jadi awal yang baik untuk memulai hari...... Nampaknya, lho....

tim siap buat berangkat.......pose dulu :)
Ternyata mobil land cruiser tak lagi mengantarkan kami ke tujuan. Sebagai gantinya, yang akan mengiringi perjalanan kami diganti dengan 2 mobil yang lebih bapuk. Mobil ini nampak coreng moreng dimana-mana. Kalau kamu mengingat baju berwarna yang kena tumpahan bycline.....seperti itulah kira-kira warnanya. (Ok...ngga masalah, selagi masih bisa mengantar ke tempat tujuan)

Aku, Rere, Mas Syahrul dan Mas Agung mulai ambil posisi duduk paling nyaman di mobil. Berharap untuk bisa mengambil sejumlah gambar pemandangan di sepanjang jalan.

Mobil pun melaju....(serasa naik odong-odong). Perlu diketahui, meskipun tampilannya kayak odong-odong, tapi kemampuannya boleh juga. Kami melewati banyak sekali kebun sawit. Bukan hanya banyak......tapi buaaanyyyaaakkkk...... Aku bahkan ngga menduga betapa luasnya kini kebun sawit di Kalimantan Timur. 

Seingatku, dulu, kami sekeluarga suka menyempatkan ke luar kota, via jalur darat. Setiap kali menuju kota Samarinda, Samboja, atau Bontang, maka yang ada di kanan kiri jalan hanyalah tebing dan jurang dengan hutan yang lebat di bawahnya. Namun kini,  semuanya berubah -- digantikan dengan ratusan ribu hektar pohon sawit. 

Konon, orangutan masih cukup sering ditemukan di ladang-ladang sawit. Kemungkinan besar, orangutan ini tersasar. Atau mungkin ia mengingat bahwa lokasi itu (dulu) adalah 'rumah'nya, tanpa menyadari bahwa masa itu telah lewat. 

Lalu apa yang dilakukan para pekerja kebun, yang bertemu dengan orangutan? Cerita yang paling sering kudengar, adalah mereka menyiksa orangutan tersebut 

Aku sendiri, ngga mengerti logika apa yang digunakan para pekerja ini, sehingga menyiksa orangutan. Kalau ada orang yang membela diri, dengan mengatakan takut orangutan merusak kebun sawit, itu hanya omong kosong..... Sebagai manusia, seharusnya mereka cukup cerdas untuk menangkap orangutan tanpa harus menyiksanya. Sebab mereka ngga berhadapan dengan harimau atau ular piton sepanjang 3 meter. Itu adalah ORANGUTAN......

***************
Beberapa kali aku tidur dan terbangun.... Dan untuk kesekian kalinya, aku melihat kanan dan kiri. Pemandangannya masih kebun sawit (huffff.....)  Mungkin membutuhkan waktu sekitar 3 jam lebih, sampai mobil kami berhasil melalui perkebunan kelapa sawit yang nampak tanpa ujung.

Ternyata antusiasme ku kalah dibandingkan Mas Agung, Syahrul, dan Rere. Mereka sibuk bercerita banyak hal, mulai dari kerjaan sampai dunia gosip. Aku rasa ini hiburan yang paling praktis, ketimbang mengharapkan sinyal operator yang terus-menerus byar-pet di sepanjang jalan.

Pinggang sudah lumayan pegal. Namun cobaan ini ternyata belum usai. Kami masih butuh waktu, untuk menuju tempat yang disebut Pelangsiran (entah apa makna nama tempat ini....)

Kali ini, mobil kami harus naik turun jalan tanah yang licin. Jadi begini, hutan di kalimantan adalah jenis hutan hujan tropis. Alias....suka kena hujan sewaktu-waktu. Bisa jadi pagi nampak cerap, namun jelang sore hujan turun. Begitupula sebaliknya. Itu sebabnya, kondisi tanahnya cukup lembap. Nyamuk dan pacetnya juga banyak....(ehh...menyimpang). Jadi, dengan kondisi jalanan becek dan licin itu, inipun menjadi off road perdana kami. Menyusuri jalan menurun, mobil meluncur bagai terpeleset. Namun saat jalanan menanjak, mobilnya naik terlompat-lompat kayak banteng ngamuk. (Dalam hati cuma bisa berdoa, semoga mobil ngga mogok tengah jalan)

"Aduh....aduhhh...."....."aaaaaaa........."....."woooooo........"...... Mungkin hanya suara-suara semacam itu yang mewarnai sepanjang mobil kami sliding di tanjakan-turunan licin.

Saatnya mobil kembali mendaki. Kali ini jalanan dengan kemiringan hampir 45 derajad, roeeeeeemmm......dan as mobil pun.... patah. (Doenk...)

Untung sopirnya handal. Dia minta waktu untuk memperbaiki mobil, dibantu oleh sopir mobil yang satu lagi. Jadilah kami , seluruh penumpang, keluar mobil.....dan terduduk di gundukan tanah, sambil mendengarkan bunyi jangkrik yang bersahut-sahutan.

Aneh...aku ngga merasa takut dan khawatir sama sekali. Selagi sopir kami saling bekerjasama memperbaiki as mobil dan roda yang terjebak di patahan tanah liat, kami sibuk bercanda. 

Aku menghirup udara sedalam-dalamnya. Huffff......Udara di hutan memang jauh berbeda dengan udara Jakarta yang empet banget.

Seekor kupu-kupu terbang dekatku. Lalu mendarat di tanah. Jaraknya hanya berjarak beberapa meter dariku. Entah keisengan apa yang menghinggapi Mas Syahrul. Ia mengambil sebuah batu kecil, dan melemparnya ke arah kupu-kupu tersebut...........meleset. 

Aku melotot. Mas Syahrul terkekeh-kekeh. Si kupu-kupu tidak bergidik dari tempatnya. Aneh banget... Apa hewan ini ngga  sadar bahwa batu kecil itu dapat membunuhnya??? Apakah di hutan yang liar, hewan tidak menganggap manusia sebagai ancaman? Apakah mereka mengenal manusia?

Aku teringat film-film petualangan yang sering kutonton. Biasanya film itu  menceritakan bagaimana hewan-hewan sangat takut dan menjauhi manusia. Terkadang mereka (hewan-hewan itu) menjadi chaos saat manusia datang. Tapi yang kulihat di hutan ini, justru berkebalikan. Apa binatang ini cuma menganggap kami bagaikan spesies hutan lainnya, ya? Malah kalo ketemu sama kupu-kupu atau kumbang di kota, hewannya suka terbang ngider-ngider ngga jelas kemana-mana. Mau dipegang, lari.... 

Mas Agung asyik mengambil sejumlah gambar dokumentasi. Kayaknya dia ngga peduli jika kami harus terpaksa menginap di tengah hutan. Nyalinya kelewat besar. 

As mobil sudah diperbaiki, saat matahari mulai turun.....ternyata sudah sore. Kami pun melanjutkan perjalanan lokasi yang namanya: gunung sabun. (Apa kamu merasa terlalu banyak nama tempat yg aneh dalam perjalanan ini....:/...). Hanya berselang tak sampai satu jam, kami pun tiba di tempat peristirahatan gunung sabun. 

Di tempat peristirahatan itu, ada sejumlah pekerja yang kebanyakan adalah transmigran dari jawa. (Ketahuan saat tegur sapa dengan logat jawa yang kental). Aku ngga tau persis yang mereka kerjakan. Sebagian nampak membangun rumah kayu. Entahlah.... Bersama kami pun ada sejumlah pencari gaharu dan sarang burung walet yang juga sedang beristirahat. Nampaknya mereka baru keluar dari hutan. Kami pun hanya memberi salam dengan seulas senyum.

***********
Aku sibuk menurunkan barang bawaanku. Segera kusandang ranselku. Sedangkan tas yang besar, dibawa oleh potter.  

O, ya...kami punya potter-potter yang hebat disini. Per orang mampu mengangkat beban hingga 100 kg sambil menuruni dan mendaki gunung sabun!!! Tas-tas kami semua diikat di beberapa papan, yang akan dipikul oleh para potter, layaknya ransel. 

Ok....kini aku mengerti bagaimana sepatu karet kam yang murahan itu, dapat berfungsi dengan baik di jalan turunan dan tanjakan, yang kami sebut "gunung sabun" itu. Jalannya sangat licin!! (Selicin sabun...)

Aku nyaris terpeleset, jika tidak berjalan dengan sangat berhati-hati. Rere di belakangku. Sedangkan mas Agung dan Syahrul, menyusul duluan di depan. Entah berapa jauh kami turun di tebing yang curam tersebut. "sudah dekat....", seseorang di depan sana berteriak. Aku semakin bersemangat berjalan turun. Dan sampailah kami di.....sungai.

Ehhh...dasar....aku baru tau klo ternyata ada sungai yang harus diseberangi. Ternyata inilah yang dikenal dengan nama Sungai Telen. Dan kali ini, aku harus menyeberang dengan sling. 

Sling itu apa ya? Mm....semacam kayak kamu mau main flying fox...tapi ini dengan naik di atas kotak kayu berukuran 75x75 (mungkin). Bisa bayangkan berayun menyeberang, dengan deruan suara sungai yang deras di bawahmu???..... Yang jelas, bikin deg...degan...

meluncur dengan sling....
Mas Agung sudah menungguku di seberang sungai, dengan kamera di tangannya. "3....2....1....yoww..". Dia memberi kode agar sling ku diluncurkan. Huaaaaa......mungkin hanya berselang 10 detik...............................Sampai. Kotak kayu itu mendarat di atas batu. Fiuhhhh....ternyata ngga seseram dugaanku.

*************

Aku ngos....ngosan.....napasku tersengal. Mataku berkunang-kunang. Akhirnya aku memilih membaringkan badan di tanah. Aku ngga peduli bajuku akan kotor seperti apa. Setelah menaiki sling, ternyata mendaki tanjakan gunung sabun sangat menyiksa. Licin dan.....dan....melelahkan. 
Aku lihat teman-temanku yang lain. Mas syahrul dan Rere bagai mandi keringat. Sedangkan mas Agung....wajahnya pucat pasi. (God.....beberapa hari lagi aku bakal pulang dengan rute ini??!!!!!)

Matahari mulai meredup.....pertanda senja akan seger tiba. Dan ternyata...perjalanan kami menuju camp 103 masih jauh.....sekitar 4 jam perjalanan. Padahal sekarang sudah jam 4.30 sore.

Jadi ini mau pakai kendaraan apa lagi, pikirku. Ternyata...mobil lagi....yang ngga kalah bututnya. Wujudnya bagaikan mobil jeep off road yang sudah mengalami kanibalisasi. (Sayang banget aku ngga punya gambarnya). Supir kami kali ini (sudah berganti orang) dengan ramah mempersilakan aku dan Rere untuk duduk di kursi depan, bersamanya. Sedangkan cowok-cowok, berdiri di bak bagian belakang...

Sebelum mobil meluncur, si supir berpesan, "hati-hati.....banyak pacet..."

*****************************

ini bukan foto perjalanan gw sihhh...tapi kurang lebih inilah desain 'mobil super yang ngebawa gw and tim ke camp

Kami menerobos hutan dengan melewati jalan sempit. Kanan kiri hanyalah kegelapan dan sekelebat daun-daun liar di hutan yang lembap. Gerimis pun mulai turun. Semoga pria-pria yang berdiri di bak belakang diberi ketabahan. Mereka pastinya senang bisa sedikit beraksi seperti penjelajah hutan, sambil berselubungkan jas plastik.

Ternyata kisah banyaknya pacet bukanlah isapan jempol. "Aduhh...pak...pak....tolong, pak..!", berkali-kali aku dan rere sampai bergantian teriak histeris. Bermula dari rasa gatal atau geli di beberapa titik badan. Seperti telapak kaki, tangan, atau mungkin bagian wajah. Kami pun mengarahkan cahaya senter ke sumber rasa gatal, agar bisa melihat dengan jelas. Dan ternyata, ada hewan kecil yang mengeliat bagai cacing, sibuk menghisap darah.....hieeekkk....menjijikan. 

Si pacet bisa masuk dengan mudah, melalui sela-sela mobil yang sudah ngga rapat. Lagipula, kaca sisi pintu mobil, ngga bisa ditutup rapat, lantaran mobil tidak dirancang dengan AC. Akhirnya entah berapa puluh pacet dari dedaunan, yang nyamber masuk ke mobil.
Dengan sigap, si supir segera mencabut pacet itu dari tubuh kami. Meskipun hal itu akhirnya menyebabkan dia harus nge-rem mobil berkali-kali.
Pacet attack yang melelahkan itu, membuat aku bertanya puluhan kali "apakah kita segera sampai?" (Somebody plz help meeee.....)

Perjalanan akhirnya terus berlanjut, di tengah gerimis....dan bunyi teriakanku serta Rere
saat menemukan pacet.....

SUMBER FOTO: google.com (dan foto pribadi)

No comments:

Post a Comment