Tuesday, August 25, 2015

KEHJE SEWEN: hari 4

kalau pas ngga kerja, emang enaknya mejeng di sungai ^^
Aku tersadar.....ternyata sudah pagi. Saat bangun, yang kurasakan hanyalah pegal yang menggerogoti seluruh badan. Ohhh...yeahh...Terimakasih untuk petualangan kebun sawit, gunung sabun, pelangsiran, dan off road 4 jam yang memberikan sumbangsih dalam pegal pagi ini... Rere masih tidur di sebelahku. Kayaknya dia merasakan derita yang sama, setelah pacet attack semalam.

Kucari mas Syahrul dan mas Agung, partnerku. Ternyata mereka sudah pergi mandi ke sungai, yang tepat berlokasi di belakang camp kami saat ini -- Camp 103. Astaga...mereka benar-benar.....padahal menurutku pagi ini masih terlalu dingin untuk mandi.

Aku menengok ke luar camp...Mannn......aku sekarang benar-benar di hutan!!! Pemandangannya luar biasa. Pohon-pohon tinggi menjulang di hadapanku. Ini dia...yang seperti pohon yang dulu sering kulihat saat kecil....ternyata masih ada...

Rasanya bersyukur banget bisa melihat pemandangan hutan seindah ini. Seandainya bisa melihatnya setiap hari..... Tapi kalau mengingat rute perjalanan kemarin, kayaknya aku menyerah, deh. Menurut pihak BOSF, mereka sengaja membiarkan lokasi camp 103 sulit dijangkau manusia umum. Semakin minim kontak dengan manusia, semakin baik, begitu kata mereka. 

Hutan yang menjadi sumber kehidupan bagi entah berapa banyak hewan dan juga manusia. Di hutan yang sama, para pencari gaharu dan sarang burung walet mencari nafkah.

Yappp....sedikit mengulik tentang gaya hidup suku dayak di pedalaman. Selain berburu dan berladang, suku pedalaman juga mengambil hasil hutan, seperti gaharu dan sarang walet. Penjualan kedua jenis hasil hutan ini cukup menggiurkan. Tapi resikonya juga besar. Para pencari gaharu dan sarang walet harus masuk hutan berbulan-bulan. Rentangnya bisa antara 1-3 bulan. Dan bahaya apapun bisa terjadi disana -- mulai dari serangan binatang liar, dinginnya malam yang menusuk, hingga kelaparan (jika tidak cukup pengetahuan tentang tanaman yang boleh/ tidak dimakan di hutan)

Sarang walet biasanya digunakan dalam bahan makanan dan obat. Harganya sangat menjanjikan bagi orang-orang suku pedalaman -- sekitar Rp 5 juta per kilogram. Sedangkan gaharu, sebenarnya aku kurang tau dijual dengan harga berapa. namun perlu diketahui, gaharu termasuk dalam bahan aromatik termahal di dunia. Selain untuk parfum, gaharu digunakan di kosmetik dan obat-obatan. Saking mahalnya, bobot penjualannya ngga pakai ons atau kilogram, tetapi gram. Dari informasi yang aku dapat, harganya bisa US$ 5-15 per gram 

Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, suku adat pedalaman menerapkan ajaran nenek moyang untuk mengambil hasil hutan. Para pencari sarang walet dan gaharu ini pun demikian. Katanya, ada semacam upacara atau doa tertentu yang dinaikkan, sebelum mereka masuk hutan. Intinya adalah semacam memohon doa restu untuk mencari nafkah. Apabila mereka masuk hutan dengan niatan baik, mereka akan mendapat tuntunan untuk memperoleh yang mereka cari, dan kembali dengan selamat. Namun jika tidak, bisa jadi mereka akan hilang di dalam hutan.....

Eheheehehe....agak seram, ya, ceritanya. Entah mau percaya atau tidak....aku sendiri belum membuktikannya. Aku memilih untuk terus menatap pohon-pohon yang menjulang di depanku, dan menikmati beberapa serangga yang bermain-main di sekitarku. Seandainya semua mahluk hidup dapat terus hidup berdampingan seperti ini........

No comments:

Post a Comment