Tuesday, June 12, 2012

Everest: hari 10

Hidup di daerah ketinggian tidaklah semudah yang kau bayangkan. Apa pun yang kau lakukan dengan mudah selama di dataran rendah, terasa sangat sulit untuk dilakukan di dataran tinggi...atau setidaknya, kau mebutuhkan energi 3-5 kali lipat dibandingkan yang kau butuhkan di dataran rendah.

 Contoh paling mudah adalah saat kau buang air. Baik untuk "pip" ataupun "pup", saat kau mulai jongkok, kau akan merasa seperti di suruh naik tangga bolak- balik 10 kali! Demikian pula saat kau bergerak menuju kamarmu yang terletak di lantai atas, rasanya seperti baru lari keliling rumah 3 kali...! Itu sebabnya, terkadang kau akan merasa malas bergerak di ketinggian, bahkan untuk ke toilet sekalipun. Dan berlari2 di daerah ketinggian, bagi orang biasa seperti kita, sama saja bunuh diri..... Tapi kalau kau kekurangan gerak, maka kau akan kedinginan. Jadi, gerak secukupnya itu penting....

menu sakit AMS: sup bawang putih dan teh jahe
 Selain itu, kau tidak boleh membiarkan perutmu kelaparan... Itu bisa jadi sangat  buruk. Kau harus membiarkan perutmu terus bekerja menghasilkan panas tubuh. Itu sebabnya ada baiknya untuk makan banyak, bahkan hingga 2 kali lipat porsi makan biasa. Dan yang paling penting adalah: air. Aku termasuk orang yang malas minum air. Bahkan biasanya aku tidak minum air sampai 8 gelas setiap harinya. Tapi selama di himalaya, paling engga aku minum 2-3 liter air...dan itu  pun terhitung minim jika dibandingkan teman-teman seperjalananku.

 Makanan yang laris di kalangan trakker adalah kripik pringles dan aneka coklat. Biasanya snack itu dimakan ditemani teh atau kopi. Tidak ada yang memesan es krim atau minuman dingin lainnya disini. Terkadang kami memesan air panas saja dan membawa kantong teh kesukaan kami sendiri.
"we want tatopani (bahasa nepal: air panas), please...", biasanya demikian permintaan kami.

 Air panas di himalaya berasala dari gleyser yang dipanaskan. Proses pemanasannya sendiri, kalau aku tidak salah, air geyser dari sungai dpanaskan hingga mendidih, kemudian disaring. Tapi yang jelas, sejak di tanah air kami sudah diwanti2 untuk selalu meminum air panas. Jika ingin air dingin, maka sebaiknya membeli air kemasan saja. Mengapa? Karena kami tidak akan pernah tahu kualitas gleyser yang kami minum, apakah itu bekas "pip" atau "pup" para pendaki, bekas kena kotoran hewan, maupun bekas injakan berbagai kaki trakker. Penyakit yang paling ditakuti selama pendakian, selain AMS, adalah diare. Kalau sudah terkena diare, kau tidak akan bisa melakukan apa pun...obatnya hanya satu: ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Dan diare datang dari makanan dan minuman yang tidak bersih.

 Kalau kau mencermati tatopanimu, maka terkadang ada "benda-benda kecil" yang melayang disana. Tapi aku biasanya tidak ambil pusing dan langsung meminumnya, dengan keyakinan bahwa aku sudah berdoa sebelum meminumnya dan air ini sudah mengalami pendidihan 100 derajad celcius yang memungkinkan berbagai jenis bakteri mati:p Tapi syukurlah, tehnologi semakin maju. Bagi orang-orang yang tidak mempercayai kemampuan pemanasan air untuk membunuh bakteri, kini sudah ada alat pembunuh bakteri. Sayangnya, aku tidak tahu namanya. Bentuknya seperti termometer bercahaya. Biasanya para pendaki yang membawanya akan mengadukkan termometer itu seperti sendok, ke dalam air yang akan diminum. Termometer tersebut akan diputar-putar di dalam air entah hingga berapa lama. Cara itu dipercaya dapat membunuh kuman dan bakteri dalam air....menurutku itu merepotkan... Aku lebih suka dengan cara kami yang konvensional....

No comments:

Post a Comment